Artikel:  Cara Terbaik Untuk Menutupi Aib Diri Sendiri
Â
Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.
Â
Apakah Anda mempunyai sebuah rahasia yang tidak ingin diketahui oleh orang
lain?  Saya yakin sekali bahwa setiap orang memiliki hal serupa itu. Yang
termasuk kedalam rahasia itu bisa bermacam-macam. Namun, kita boleh memfokuskan
konteksnya kepada suatu kekurangan atau kelemahan yang jika sampai ketahuan oleh
orang lain, maka kita akan merasa malu sekali. Bahkan, bisa jadi rusak pula kita
punya reputasi. Saya memiliki hal seperti itu lebih dari satu. Soalnya, begitu
banyak hal yang kalau mengingat semua itu; kepada diri sendiri pun saya malu.
Apalagi kalau harus sampai ketahuan oleh orang lain. Apakah Anda juga demikian?
Â
Ketika saya masih kecil, suasana di kampung kami begitu sederhananya sehingga
Ibu-Ibu sering berkumpul di depan rumah panggung yang terbuat dari kayu. Dalam
situasi seperti itu tidak jarang pembicaraan mereka melenceng. Lalu tanpa
disadari berubah tema untuk menggunjingkan orang lain. Biasanya, keburukan
seseorang akan segera beredar ke seluruh penjuru kampung. Di zaman ketika
teknologi informasi sudah sedemikian canggihnya seperti saat ini, setiap
kebocoran rahasia tentang aib orang lain bisa menyeruak keseluruh penjuru bumi
hanya dalam hitungan detik saja. Sedemikian mudahnya informasi menyebar. Dan
sedemikian mudahnya aib seseorang menjelajah dari teritori yang satu ke wilayah
lainnya. Apa lagi di zaman ini keburukan seseorang bisa menjadi komoditas baru
yang bisa dieksploitasi untuk menghasilkan keuntungan material. Kita bisa
mengupas tuntas aib seseorang sambil cekikikan didepan jutaan pasang mata yang
ikut terhanyut dalam sensasi yang dihasilkan.
Â
Padahal, siapa sih yang bisa luput dari kelemahan? Tidak ada. Kita semua
mempunyai dosa. Memiliki aib. Diliputi oleh aurat yang kita ingin semua itu
tertutup rapat-rapat. Anehnya, ketika kita melihat cacat orang lain; kita
tiba-tiba saja menjadi kaki tangan sang penyebar kabar buruk. Lalu ikut-ikutan
menyebarkannya kesana kemari. Tidak lupa ditambah dengan bumbu disana sini.
Sehingga segala sesuatunya menjadi semakin bias, dan semakin tidak karuan saja.
Hey, hati-hati. Bagaimana seandainya yang tengah ditelanjangi dihadapan publik
itu adalah diri kita sendiri? Apakah kira-kira kita akan merasa senang? Teman
saya bilang; �Biasa saja lagi, ini kan nggak serius-serius amat.� Mungkin
kita baru menganggap serius jika diri kitalah yang menjadi objeknya.
Â
Guru mengaji saya menceritakan kisah Rasulullah yang menasihatkan bahwa �Tuhan
akan menutup aib seorang hamba yang berkenan menutupi aib sesamanya�.  Jadi,
agak aneh juga kita ini. Di satu sisi kita ingin agar aib-aib kita tidak
terbuka. Kita ingin itu tetap menjadi rahasia kita. Tetapi, di sisi yang lain
kita doyan sekali memperbincangkan serta menyebar-nyebarkan aib-aib orang lain.
Ketika dulu mendengarnya, saya mengira apa yang dinasihatkan Nabi itu hanya
berkatian dengan urusan akhirat saja. Maksudnya, seseorang yang selama hidupnya
didunia bersedia menjaga aib orang lain, maka di akhirat kelak akan ditutupi
aibnya. Ternyata nasihat itu bukan semata-mata soal akhirat, melainkan berlaku
sejak kini di dunia juga. Ada banyak bukti jika orang-orang yang gemar membuka
aib orang lain itu tidak ditutupi Tuhan aib-aib mereka sendiri. Bahkan sepintar
apapun kita menyembunyikan aib itu. Ketika kita sibuk mengaduk-aduk keburukan
pribadi orang lain,
tiba-tiba saja Tuhan meruntuhkan seluruh dinding yang melindungi semua aib
kita.
Â
Di sisi lain, nasihat Nabi itu juga merupakan sebuah penghiburan kepada siapa
saja yang mau menahan diri dari keterlibatan dalam lingkaran peredaran aib-aib
yang dieksploitasi dan diperdagangkan. Seolah beliau tengah bertanya; �Apakah
engkau tidak malu jika keburukan-keburukanmu diketahui oleh orang lain?�
 Jika kita merasa malu, maka begitu pula halnya dengan orang lain yang kita
permalukan. Maka sungguh tidak adil jika kita malu dengan aib-aib pribadi kita,
namun begitu getolnya membongkar-bongkar aib orang lain. Tapi, bagaimana
seandainya aib kita dibongkar dan diedar-edar oleh orang lain? Bukankah kita
berhak untuk melakukan pembalasan?
Â
Melakukan pembalasan? Hmmh, kedengarannya masuk akal. Tapi sebentar dulu. Siapa
sih yang lebih tahu aib-aib pribadi kita selain Tuhan dan kita sendiri? Kalaupun
ada orang yang tahu, pasti hanya sebagian kecilnya saja. Jadi, jika ada orang
yang mengklaim diri mengetahui aib kita; pasti itu hanya sedikit saja. Sebab,
masih banyak aib lain yang kita miliki namun tidak mereka ketahui. Kalaupun
orang itu harus menerima pembalasan berupa terbongkarnya aib mereka sendiri,
mengapa kita harus melakukannya dengan mengotori diri kita lagi? Biarkan saja.
Sebab cepat atau lambat orang itu akan merasakan bagaimana seandainya aib dia
sendiri yang dipertontonkan dihadapan publik. Lagi pula, saat ada seseorang yang
membongkar aib kita adalah saat terbaik untuk mengatakan kepada diri
sendiri;�Gue kapok! Tidak akan melakukannya lagi.�  Dengan begitu, kita
bisa bertobat dengan sungguh-sungguh. Lalu berubah menjadi manusia yang lebih
baik.
Â
Pertanyaannya kemudian adalah, apakah kita harus mengganggap sesuatu yang
terjadi di sekitar kita sebagai angin lalu? Mestikah kita menjadi manusia apatis
yang tidak memperdulikan apapun yang dilakukan oleh orang lain? Tidak juga.
Tidak termasuk menyebarkan aib jika kita melaporkan tindakan kriminal seseorang
kepada aparat penegak hukum. Justru sudah menjadi kewajiban kita untuk mencegah
orang-orang disekitar kita melakukan atau mengulangi tindakan-tindakan yang
merugikan orang lain. Juga tidak termasuk menyebarkan aib jika kita menjadi
saksi di pengadilan. Kalau begitu, bagaimana membedakan mana menggunjing dan
mana yang bukan?
Â
Sekurang-kurangnya, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama, niat kita.
Niat adalah segala-galanya. Berniat menjatuhkan atau mempermalukan orang lain
sudah pasti mengundang kemarahan Tuhan. Sebab, seperti pesan Nabi; Tuhan tidak
menyukai orang-orang yang gemar menyebar-nyebarkan aib orang lain. Maka
pantaslah jika suatu saat kelak Tuhan membalasnya juga. Kedua, manfaat yang
dihasilkan dari mengungkapkan hal itu. Apakah jika kita melakukannya akan
menghasilkan kemanfaatan dan kemaslahatan? Jika tidak, mengapa kita mesti
ikut-ikutan melakukannya juga? Ketiga, identitas orang lain. Banyak orang yang
mengorek-ngorek aib dan kesalahan orang lain lalu mempertontonkan mereka
dihadapan publik sambil bersembunyi dibalik kedok ’belajar dari kesalahan
orang lain’.  Padahal jika kita ingin mengambil pelajaran dari kesalahan
orang lain, maka kita bisa melakukannya tanpa harus menjadikannya sebagai
tontonan dan tertawaan. Jika ada aib orang lain yang sampai
ke tangan kita, tidak berarti kita diberi hak dan kewenangan untuk
menyebarkannya juga. Â
Â
Adalah benar bahwa kita bisa saling belajar satu sama lain. Tapi tidak berarti
kita harus saling membuka kebusukan masing-masing. Jika kita perlu menggunakan
kesalahan orang lain untuk belajar memperbaiki diri demi kemaslahatan banyak
orang, maka kita tidak harus menguliti sekujur tubuh orang itu dengan membuka
identitasnya sedemikian gamblang. Dengan menutup aib orang lain, maka kita
menjaga nama baik orang lain. Ehm, maksud saya; maka kita menjaga nama baik kita
sendiri. Sebab seperti pesan Nabi, Tuhan akan menutupi aib siapa saja yang
menutupi aib orang lain. Sehingga cara terbaik untuk menutupi aib diri sendiri
adalah dengan menjaga aib orang lain yang terlanjur kita ketahui.
Â
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman
WTS – Writer, Trainer, and Speaker
Quality Books for All : www.bukudadang.com dan www.dadangkadarusman.com
Â
Catatan Kaki:
Tidak ada manusia yang terbebas dari aib. Sehingga ketika kita membeberkan aib
orang lain, bersiap-siaplah untuk menerima perlakuan yang sama dari orang lain.
Â
Melalui project Mari Berbagi Semangat! (MBS!) sekarang buku saya yang berjudul
�Belajar Sukses Kepada Alam� versi Bahasa Indonesia dapat diperoleh secara
GRATIS. Jika Anda ingin mendapatkan ebook tersebut secara gratis silakan
perkenalkan diri disertai dengan alamat email kantor dan email pribadi (yahoo
atau gmail) lalu kirim ke bukudadang@...
Â
--------------------------------
Buku-buku terbaru Dadang Kadarusman sudah tersedia di toko buku atau bisa
dipesan di http://www.bukudadang.com/

Comments

Popular posts from this blog