HUKUM ROKOK

kesanrokok
Perokok akan menjadi bulan bulanan, dicibir dan dianggap sebagai suatu tabiat yang jelek, bahkan tidak heran sebagian orang akan sinis melihat perokok ketimbang melihat penipu dan pezinah, padahal rokok sendiri belum tentu akan membentuk suatu kepribadian yang jelek serta membuahkan perbuatan tercela. Di satu sisi rokok itu mempunyai manfaat dan di sisi lain mempunyai mudharat terhadap diri si perokok dan orang lain dengan mencemarakan lingkungan. sementara kendaraan dan pabrik pabrik yang sangat mencemarkan malah dikembang biakan sebagai lambang kejayaan dan kekayaan. Olehnya itu, janganlah terlalu mencela sesuatu yang belum tentu tercela, tapi lihatlah sesuatu yang dianggap tercela dan bimbinglah ia dengan Hikmah serta Mau’idzah agar tidak menjadi tercela.


Tulisan ini bukanlah pembelaan terhadap diri saya yang juga sebagai perokok, namun sebagai bahan dan masukan agar orang orang yang mencela rokok tidak terlalu sinis dan keras dalam mendidik anak anaknya agar terjauh dari rokok, hal ini karena berdasarkan pengalaman sendiri dan sebagian besar para perokok diakibatkan sinis serta kerasnya para orang tua dan guru dalam melarang anak dan murid, baik dengan teguran yang kasar bahkan pukulan yang sangat berlebihan yang mebuat jiwa si anak dan murid menjadi munafik dan tingkahnya semakin menjadi jadi, di depan nunduk dibelakang nusuk. Padahal jika diarahkan dengan baik, insyaallah akan menjadi lebih sadar, paham dan semakin membaik. karena pada dasarnya perokok mulai menghisap rokok hanyalah ikut ikutan kawan yang mungkin takut dikatain bencong dan sebagainya yang membuat mereka mulai mencoba, dan hal itu sangatlah mudah untuk dibenahi. Tapi mungkin karena orang tua dan guru terlalu keras dalam melihat hukum merokok dan akibatnya yang mengakibatkan tindakannya yang keras serta kasar dalam melarang sehingga anak dan murid semakin keras kepala, padahal rokok hanyalah salah satu dari 1000 penyebab penyakit jantung bahkan kematian. Untuk itu, ada baiknya saya tulis sedikit mengenai rokok dan hukumnya menurut pandangan islam.

Sejarah Rokok dan Kandungannya
Pada tahun 1492, Colombus menemukan tembakau di pulau Bahamas yang mana penduduknya tidak memperhatikan benda tersebut, malah mereka membuangnya, Colombus pun pada awalnya menyangka benda tersebut tidak berfaedah, namun setelah difikirnya kembali, ternyata benda tersebut mempunyai nilai yang tinggi, namun ia bukanlah orang yang menemukan bagaimana menggunakan tembakau tersebut. Pada tahun yang sama Rodrigo De Jares membuka pabrik dan perusahaan tembakau (rokok) di Kuba, kemudian pada tahun 1556-1558 mulai diperkenalkan ke Perancis , Spanyol dan Portugal. Dan selanjutnya, tersebarlah ke seluruh dunia.

Menurut ilmu kedokteran, rokok mengandung lebih kurang 4000 bahan kimia, diantaranya nikotina, tar, karbon monoksida dan hidrogen sianida. Nokotina ialah sejenis tumbuhan organik yang dijumpai secara alami di dalam batang dan daun tembakau yang mengandung nikotina paling tinggi, atau sebanyak 5% dari berat tembakau ialah nikotina. Nikotina merupakan racun saraf manjur (potent nerve poison) dan digunakan sebagai racun serangga. Pada suhu rendah, bahan ini bertindak sebagai perangsang dan adalah salah satu sebab utama mengapa merokok digemari dan dijadikan sebagai tabiat. Selain tembakau. nikotina juga ditemui di dalam tumbuhan famili Solanaceae termasuk tomat, terung ungu ( eggplant ), kentang dan lada hijau. Nikotina dapat meransang dan meningkatkan aktivitas, kewaspadaan/refleksi, kecerdasan serta daya ingat. Namun di sisi lain, nikotina adalah racun yang dapat menangkal dan menghilangkan pengaruh berbagai macam obat, misalanya : Antibiotik yang digunakan sebagi obat penangkal terhadap kuman, kadang antibiotik tersebut gagal memberi kesan yang diharapkan, disebabkan oleh nikotina. Kuinin digunakan sebagai obat malaria, namun dengan banyaknya nikotin di dalam tubuh akan mempercepat penyingkiran obat kuinin tersebut dari tubuh. Teofilin sebagai obat pereda sesak nafas, yang menurut hasil penelitian, pada sebagian besar perokok akan lebih cepat menyingkirkan teofilin dibanding pasien yang tidak merokok. Benzodiazepina adalah sejenis obat tidur yang berdosis sangat tinggi, namun pengaruh obat ini akan berkurang jika si peminum obat tersebut adalah perokok.

Hukum Rokok dalam Pandangan Islam
Temabakau (tabacco) atau rokok mulai nampak dan digunakan oleh sebagian penduduk dunia pada abad ke sepuluh Hijriah yang membuat dan memaksa ulama ulama pada masa itu untuk berbicara dan menjelaskan hukumnya menurut Syar’i, hasilnya terdapat berbagai macam pendapat,sebagain ulama mengharamkannya, sebagian memakruhkan, sebagian membolehkan, sebagian ulama tidak menentukan dan menetapkan hukumnya tapi menjelaskannya secara terperinci dan sebagian ulama lagi mengambil jalan diam dan tidak membahas masalah tersebut.

I. Pendapat yang mengharamkannya
Mereka berpendapat bahwa rokok hukumnya adalah Haram menurut Syar’i, pendapat ini dinisbahkan kepada Syaikhul islam Ahmad As Sanhuri Al Bahuti Al Hanbali Al Mashri, Syaikhul Al Malikiyah Ibrahim Allagani, Abul Ghaits Al Qasyasy Al Malikiy, Najmuddin bin Badruddin bin Mufassir Al quran Assyafi’i, Ibrahim bin Jam’an dan muridnya Abu Bakr bin Ahdal Al Yamani, Abdul Malik Al ‘Ishami, Muhammad bin Alamah, Assayyid Umar Al Bashri, Muhammad Al Khawaja dan Assayyid Sa’ad Al Balkhi Al Madani.

Alasan dan dalil dalil mereka tentang pengharamannya kembali ke tiga pokok permasalahan yang diakibatkan oleh rokok tersebut, yaitu :
1. Memabukkan
Yang dimaksudkan oleh mereka dengan memabukkan yaitu benar benar menutupi akal dan menghilangkannya meskipun tanpa adanya keinginan yang kuat untuk bersenang senang dengan kata lain, memabukkan perokok dengan menyempitkan akal serta nafasnya, dan menurut mereka, tidak ada keraguan hal tersebut akan terjadi pada orang orang yang pertama mencicipinya. Olehnya itu hukumnya adalah haram dan menurut mereka, seorang yang perokok tidak boleh dijadikan imam.

2. Melemahkan dan Narcolepsy
Kalupun rokok itu tidak memabukkan, namun ia melemahkan si perokok dan membuatnya malas dalam bekerja, juga Narcolepsy yaitu penyakit yang ditandai dengan rasa ngantuk yang sangat kuat dan tak terkendali sebagaimana halnya orang dibius. Sebagaimana hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud dari Ummu Salmah bahwa Rasulullah SAW melarang semua yang memabukkan dan melemahkan.

3. Berbahaya dan berdampak negatif
Bahaya dan dampak yang mereka sebutkan ada dua macam :
a. Dampak terhadap tubuh dimana rokok tersebut akan melemahkan dan merubah warna wajah menjadi pucat serta menimbulkan berbagai macam penyakit dan mungkin akan menimbulkan penyakit TBC. Dan mereka berpendapat bahwa tidak ada perbedaan dalam pengharaman sesuatu yang berdampak negatif, baik dampak tersebut datang secara sekaligus maupun bahaya tersebut datang secara perlahan dan berangsur angsur.
b. Damapk terhadap keuangan dimana seorang perokok akan menghambur hamburkan uangnya dan hartanya terhadap sesuatu yang tidak bermanfaat bagi tubuh dan diri dan tidak juga bermanfaat di dunia dan di akherat, padahal islam telah melarang untuk menghambur hamburkan harta kepada sesuatu yang tidak bermanfaat sebagaimana firman Allah SWT, ” Wala tubazzir tabzira, innal mubazzirina kaanu ikhwana Sayathin wakana syaithanu lirabbihu kafura” (Al Isra : 27), janganlah menghambur hamburkan harta kepada apa apa yang tidak bermanfaat karena orang yang mubazzir adalah saudaranya setan sedangkan setan itu kufur kepada Tuahannya. Mereka juga berpendapat, jika seorang perokok itu mengakui bahwa dia tidak mendapat manfaat apa pun dari rokok pasti dia akan mengharamkannya atas dirinya, bukan dari segi pemakaian dan penggunaannya melainkan dari segi materi yang dihabiskannya dalam membelanjakan rokok tersebut.

II. Pendapat yang memakruhkannya
Pendapat ini mengatakan bahwa rokok menurut hukum syar’i adalah makruh, dan pendapat ini dinisbahkan kepada Syaikh Abu Sahal Muhammad bin Al Wa’idz Al hanafi dan pengikutnya. Adapun alasan dan dalil mereka tentang pemakruhannya sebagai berikut :
1. Perokok itu tidak akan terlepas dari bahaya yang ditimbulkan oleh rokok itu sendiri apalagi kalau berlebihan, sedikit saja berbahaya apalagi kalau banyak.
2. Kekurangan dalam harta, artinya, meskipun si perokok tidak menghambur hamburkan dan tidak boros serta berlebihan namun hartanya telah berkurang dengan menggunakannya kepada hal hal yang kurang bermanfaat. Alangkah baiknya jika uang yang dibelanjakkan untuk rokok digunakan kepada hal hal yang bermanfaat baik buat diri sendir dan orang lain.
3. Baunya yang kurang enak dan sedap yang dapat menggangu orang di sampingnya, dan hukum memakan atau mengkonsumsinya adalah makruh, sama halanya dengan memakan bawang merah dan bawang putih.
4. Rokok akan menyibukkan si perokok dengan menghisapnya yang dapat membuatnya lalai dalam beribadah maupun mengurangi kesempurnaan ibadahnya.
5. Rokok akan membuat si perokok itu lemah di saat tidak mendapatkannya dan fikirannya akan terganggu oleh bisikan bisikan yang akan membuatnya salah dalam bertindak.
Asyeikh Abu Sahal Muhammad bin Al Wa’idz Al hanafi kemudian berkata : Dalil dalil tentang pemakruhannya adalah dalil Qath’i sedangkan dalil tentang pengharamannya masih Dzanni, semua yang berbau tidak sedap adalah makruh sebagaimana halnya bawang dan rokok termasuk di dalamnya, kemudian beliau melarang orang orang yang merokok untuk berjamaah di mesjid.
III. Pendapat yang membolehkannya
Pendapat ini mengatakan bahwa hukum rokok menurut syar’i adalah mubah (boleh), pendapat ini dinisbahkan kepada Al ‘Alamah Asyeikh Abdul Ghani Annablisi dan Syeikh Mustafa Assuyuti Arrahbani. Adapaun dalil dan alasan mereka tentang bolehnya rokok yaitu Al Ashlu Minal Asyai Al Mubah, asal dari segala sesuatu itu adalah Mubah (boleh) sebelum ada dalil Syar’i yang sharih yang mengharamkannya.
Mereka mengatakan bahwa orang orang yang menuding rokok itu memabukkan dan melemahkan adalah tidak benar, karena mabuk adalah hilangnya akal yang dibarengi oleh gerakan tubuh sedangkan narcolepsy adalah hilangnya akal tidak sadarkan diri, dan kedua hal tersebut tidak terdapat dan terjadi pada si perokok, sehingga tidak dibenarkan untuk mengharamannya. Adapun masalah pemborosan dan menghambur hamburkan uang bukan hanya dalam hal rokok dan masih banyak hal lain yang lebih besar dimana dihambur hamburkannya uang.
Kemudian Syeikh Mustafa Assuyuti Arrahbani dalam Syarah “Ghayatul Muntaha” dalam fiqh Hanbali : Semua orang yang meneliti masalah ini haruslah bersumber dari Ushuluddin dan cabang cabangnya tanpa harus mengikuti hawa nafsu, sekarang orang orang bertanya tentang hukumnya rokok yang semakin populer dan telah diketahui oleh semua orang, kemudian beliau membantah dalil orang orang yang mengharamkannya disebabkan oleh mudharat terhadap akal dan badan dengan membolehkannya, karena asal dari segala sesuatu yang belum jelas dharar dan juga nashnya adalah mubah (boleh) kecuali bila ada dalil nash yang Sharih tentang pengharamannya.

IV. Pendapat yang tidak menetapkan hukumnya tapi menjelaskannya secara terperinci
Pendapat ini tidak menentukan dan menetapkan hukumnya merokok namun menjelaskannya secara terperinci, mereka mengatakan bahwa tembakau pada dasarnya adalah tumbuhan yang suci tidak memabukkan dan tidak membawa mudharat, hukum asalnya adalah mubah dan hukum tersebut bisa berubah ubah dalam hukum syar’i sesuai dengan keadaan dan kondisi. Jika seseorang merokok namun tidak berdampak negatif terhadap akal dan badannya maka hukumnya adalah Mubah (boleh). Jika rokok berdampak negatif dan membahayakan si perokok maka hukumnya adalah Haram, sama halnya dengan larangan mengkonsumsi madu jika madu tersebut berdampak negatif bagi pengkunsumsinya. Jika rokok itu bermanfaat, digunakan untuk penangkal mudharat atau sebagai obat, maka hukum merokok itu adalah wajib.

V. Pendapat Ulama Modern
1. Syeikh Hasanain Makhluf (mantan Mufti Mesir), mengatakan bahwa asal dari hukum merokok adalah Mubah kemudian menjadi haram dan makruh karena beberapa hal, diantaranya adalah adanya dampak negatif yang ditimbulkan oleh rokok baik mudharatnya sedikit atau banyak terhadap diri dan harta dan membawa ke kerusakan, melalaikan tugas dan kewajiban semisal tidak memberi nafkah kepada istri dan anak dan orang orang yang berhak mendapatkan nafkah disebabkan karena hartanya habis dibelanjakan untuk rokok. Kalau hal ini benar benar terjadi berati hukum merokok adalah makruh bahkan haram dan apabila tidak ad salah satu diantara mudharat tersebut di atas maka hukum merokok adalah halal.
2. Al Alamah Asyeikh Muhammad bin Mani’, ulama besar Qatar dan sebagaian besar ulama Najd mengharamkannya. Sebagaimana dalam risalah ulama Najd dan Syarah Ghayatul Muntaha hal 332 oleh Syekh Muhammad bin Mani’.
3. Assyeikh Mahmud Syaltut (Syaikhul Azhar) dalam fatawanya mengatakan : Meskipun tembakau tidak memabukkan dan tidak merusak akal namun mempunyai dampak yang sangat negatif yang dirasakan oleh perokok terhadap kesehatannya dan juga dirasakan oleh perokok pasif. Ilmu kedokteran telah menjelaskan mudharat yang ditimbulkan oleh rokok sehingga tidak diragukan lagi kalau rokok adalah penyakit yang berbahaya baik secara islam maupun secara umum, dan jika kita melihat banyaknya harta dan uang yang dihabiskan untuk membelanjakan hal hal yang tidak bermanfaat seperti rokok maka dapat dikatakan bahwa tembakau (rokok) itu mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan dan harta dimana hal itu diharamkan dan dimakruhkan dalam Islam. Di dalam Islam penentuan suatu hukum tentang pengharaman dan pemakruhan tidak mesti harus berdasarkan Nash dan dalil khusus tentang hal tersebut tapi cukup dengan mengetahui Illahnya.
Demikian pendapat para ulama mengenai hukum rokok (merokok) dalam Islam yang sengaja dipaparkan, sebagai bahan acuan dalam mendidik anak maupun murid dengan hikmah dan mau’idzhah bukan dengan kekerasan yang akan mempengaruhi physic dari anak dan murid tersebut yang malah membawa ke kehancuran. Masih banyak hal hal besar yang telah jelas jelas pengharamannya yang perlu diperhatikan dibanding rokok yang masih saja menjadi ikhtilaf ulama dari dulu sampai saat ini.
vikar
span.fullpost {display:inline;}
Hukum Rokok, Haram atau Makruh?
http://tianarief.blogspot.com/2005/10/hukum-rokok-haram-atau-makruh.html
Dari rubrik “Konsultasi” di eramuslim.com
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Rokok dengan segala jenisnya bukan termasuk ath-thayyibat (segala yang baik) tetapi ia adalah al-khabaits. Demikian pula, semua hal-hal yang memabukkan adalah termasuk al-khabaits. Oleh karenanya, tidak boleh merokok, menjual ataupun berbisnis dengannya, karena sama hukumnya seperti Khamr (arak). Apakah memang demikian adanya? Saya mohon penjelasan dari pak Ustadz dikarenakan saya juga adalah seorang perokok.
Firzan Faisal

Jawaban:
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Al-hamdulillah, wash-shalatu wassalamu ‘ala rasulillah, wa ba’du
Bahasan tentang hukum halal tidaknya rokok tidak terdapat di dalam ayat Al-Qur’an atau pun hadits-hadits Rasulullah SAW. Barangkali karena di masa lalu, merokok belum lagi menjadi fenomena masyarakat seperti sekarang ini. Lagi pula kalau sudah ada, secara teknis belum lagi seperti sekarang ini, di mana rokok dijadikan industri dan dihisap oleh sekian banyak orang.
Maka wajar bila di sebagian kitab fiqih, kita masih belum lagi menemukan hukum rokok. Bahkan sebagian kiyai di pedesaan, terutama di negeri kita, kami masih mendapati mereka yang dengan asyiknya menyedot asap rokok. Seolah tanpa asap rokok yang mengepul, masih ada kurang afdhal bagi mereka.
Kalau pun ada fatwa yang terkait dengan rokok, umumnya masih berkisar kepada makruh saja, belum ke tingkat haram. Barangkali fatwa tersebut terkait juga dengan tingkat pengetahuan mereka tentang bahaya rokok pada masa lalu. Asap rokok di masa lalu masih belum dianggap belum terlalu berbahaya. Karena teknologi masih belum berkembang, penelitian tentang bahaya asap rokokpun masih sangat terbatas.
Namun di masa sekarang ini, ternyata semakin jelas bahwa asap rokok itu bukan hanya berbahaya bagi kesehatan, tetapi sudah sampai tingkat sangat berbahaya. Bahkan telah membunuh jutaan orang. Karena dalam sebatang rokok terdapat tidak kurang dari 200 jenis racun yang amat berbahaya bagi tubuh. Meski bahayanya tidak langsung terasakan oleh penghisapnya. Dan fenomena ini justru sangat berbahaya. Karena orang hanya merasakan nikmatnya asap rokok, sedangkan dampak negatif baru dirasakan beberapa lama kemudian. Hal ini membuat begitu banyak orang yang seolah tidak peduli pada bahaya asap rokok.
rokok1
Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin dan karbon monoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, sehingga membuat darah tidak mampu mengikat oksigen. Efek racun pada rokok ini membuat pengisap asap rokok mengalami resiko dibanding yang tidak mengisap asap rokok, yaitu 14 kali kemungkinan menderita kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan. 4 kali kemungkinan menderita kanker esophagus, 2 kali lebih bannyak terkena kanker kandung kemih dan 2 kali lebih besar terkena serangan jantung. Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia, gagal jantung serta tekanan darah tinggi. Dengan menghisap 20 batang rokok perhari, akan menyebabkan berkurangnya 15% haemoglobin, yakni zat asasi pembentuk darah merah.
Yang menarik ternyata para peneliti menemukan bahwa merokok dengan kadar nikotin rendah tidak akan membantu. Karena untuk mengikuti kebutuhan akan zat adiktif itu, perokok cenderung menyedot asap rokok secara lebih keras, lebih dalam dan lebih lama. Hingga dapat dikatakan bahwa tidak ada batas aman bagi orang yang menghiap asap rokok. Satu-satunya zat yang lebih berbahaya daripada asap rokok dalam memicu kanker paru-paru adalah zat-zat radioaktif. Itu pun jika dimakan atau dihidap dalam kadar yang cukup.
Kematian umumnya bukan terjadi karena kesulitan bernafas yang diakibatkan oleh membesarnya kanker, tetapi karena posisi paru-paru dalam sistem peredaran darah menjadikan kanker mudah menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran metastase ke arah otak dan bagian kritis lainnya yang mengakibatkan kematian itu. 90% penderita meninggal dalam 3 tahun setelah diagnosis.
Badan kesehatan dunia (WHO) menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun dikarenakan rokok. Rekomendasi WHO tahun 1983 yang menyebutkan bahwa seandainya 2/3 dari yang dibelanjakan dunia untuk membeli rokok digunakan untuk kepentingan kesehatan, niscaya bisa memenuhi kesehatan asasi manusia di muka bumi. Dari para ahli di negeri Cina, didapat data bahwa 90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Shanghai Cina adalah disebabkan rokok. Dan jangan lupa bahwa prosentase kematian disebabkan rokok ternyata lebih tinggi dibandingkan yang disebabkan perang atau kecelakaan lalulintas. Prosentase kematian orang yang berusia 46 tahun atau lebih adalah 25% lebih bagi perokok.
Jadi kesimpulannya, kalau kita sudah membaca hasil-hasil penelitian para ahli, ternyata merokok bukan saja tidak bermanfaat, bahkan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Bukan hanya diri sendiri, tetapi termasuk juga orang lain. Oleh karena itu, tentu seorang muslim yang memiliki pemahaman agama yang baik serta tidak ketinggalan informasi terbaru, pasti akan merasa jijik dengan rokok dan segera berhenti tanpa menunda-nunda lagi.

Dan para ulama yang melek informasi pun wajar ketika mereka memfatwakan haramnya rokok. Sebab madharatnya sudah menjadi ijma’ para ahli.

Wallahu a’lam bish-shawab, Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.
HUKUM ROKOK
rokok1
http://www.van.9f.com/hukum_rokok.htm
Rokok terbukti mengandung berbagai-bagai jenis bahan kimia berbahaya, diantaranya ialah nikotin. Menurut pakar atau ahli kimia, telah jelas dibuktikan bahwa nikotin yang terdapat dalam setiap batang rokok atau pada daun tembakau adalah ternyata sejenis kimia memabukkan yang diistilahkan sebagai candu.
Dalam syara pula, setiap yang memabukkan apabila dimakan, diminum, dihisap atau disuntik pada seseorang maka ia di kategorikan sebagai candu atau dadah kerana pengertian atau istilah candu adalah suatu bahan yang telah dikenal pasti bisa memabukkan atau mengandung elemen yang bisa memabukkan. Dalam mengklasifikasikan hukum candu atau bahan yang memabukkan, jumhur ulama fikah yang berpegang kepada syara (al-Quran dan al- Hadith) sepakat menghukumkan atau memfatwakannya sebagai benda “Haram untuk dimakan atau diminum malah wajib dijauhi atau ditinggalkan”. Pengharaman ini adalah jelas dengan berpandukan kepada hujah-hujah atau nas-nas dari syara sebagaimana yang berikut ini: “Setiap yang memabukkan itu adalah haram” H/R Muslim.
Hadith ini dengan jelas menegaskan bahawa setiap apa sahaja yang memabukkan adalah dihukum haram. Kalimah kullu (ßõáøõ)di dalam hadith ini bererti “setiap” yang memberi maksud pada umumnya, semua jenis benda atau apa saja benda yang memabukkan adalah haram hukumnya. Hadith ini dikuatkan lagi dengan hadith di bawah ini: “Setiap sesuatu yang memabukkan maka bahan tersebut itu adalah haram”. H/R al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud.
Hadith di atas ini pula telah menyatakan dengan cukup terang dan jelas bahwa setiap apa saja yang bisa memabukkan adalah dihukum haram. Pada hadith ini juga Nabi Muhammad s.a.w menggunakan kalimah kullu (ßõáøõ) iaitu “Setiap apa saja”, sama ada berbentuk cair, padat, debu (serbuk) atau gas.
Mungkin ada yang menolak kenyataan atau nas di atas ini kerana beralasan atau menyangka bahwa rokok itu hukumnya hanya makruh, bukan haram sebab rokok tidak memabukkan. Mungkin juga mereka menyangka rokok tidak mengandung candu dan kalau adapun kandungan candu dalam rokok hanya sedikit. Begitu juga dengan alasan yang lain, “menghisap sebatang rokok tidak terasa memabukkan langsung”. Andaikan, alasan atau sangkaan seperti ini boleh diselesaikan dengan berpandukan kepada hadith di bawah ini: “Apa saja yang pada banyaknya memabukkan, maka pada sedikitnya juga adalah haram”. H/R Ahmad, Abu Daud dan Ibn Majah.
Kalaulah meneguk segelas arak hukumnya haram kerana ia benda yang memabukkan, maka walaupun setetes arak juga hukum pengharamannya tetap sama dengan segelas arak. Begitu juga dengan seketul candu atau sebungkus serbuk dadah yang dihukum haram. Secebis candu atau secubit serbuk dadah yang sedikit juga telah disepakati oleh sekalian ulama Islam dengan memutuskan hukumnya sebagai benda yang dihukumkan haram untuk dimakan, diminum, dihisap (disedut) atau disuntik pada tubuh seseorang jika tanpa ada sebab tertentu yang memaksakan atau keperluan yang terdesak seperti darurat kerana rawatan dalam kecemasan. Begitulah hukum candu yang terdapat di dalam sebatang rokok, walaupun sedikit ia tetap haram kerana dihisap tanpa adanya sebab-sebab yang memaksa dan terpaksa.
Di dalam sepotong hadith sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad s.a.w telah mengkategorikan setiap yang memabukkan itu sebagai sama hukumnya dengan hukum arak. Seorang yang benar-benar beriman dengan kerasulan Nabi Muhammad s.a.w tentulah meyakini bahawa tidak seorangpun yang layak untuk menentukan hukum halal atau haramnya sesuatu perkara dan benda kecuali Allah dan RasulNya. Tidak seorangpun berhak atau telah diberi kuasa untuk merubah hukum yang telah ditetapkan oleh Allah melalui Nabi dan RasulNya kerana perbuatan ini ditakuti boleh membawa kepada berlakunya syirik tahrif, syirik ta’til atau syirik tabdil. Hadith yang mengkategorikan setiap yang memabukkan sebagai arak sebagaimana yang di dimaksudkan ialah: “Setiap yang memabukkan itu adalah arak dan setiap (yang dikategorikan) arak itu adalah haram”. H/R Muslim.

Dalam perkara ini ada yang berkata bahawa rokok itu tidak sama dengan arak. Mereka beralasan bahawa rokok atau tembakau itu adalah dari jenis lain dan arak itu pula dari jenis lain yang tidak sama atau serupa dengan rokok. Memanglah rokok dan arak tidak sama pada ejaan dan rupanya, tetapi hukum dari kesan bahan yang memabukkan yang terkandung di dalam kedua-dua benda ini (rokok dan arak) tidak berbeza di segi syara kerana kedua benda ini tetap mengandungi bahan yang memabukkan dan memberi kesan yang memabukkan kepada pengguna atau penagihnya. Tidak kira sedikit atau banyaknya kandungan yang terdapat atau yang digunakan, yang menjadi perbincangan hukum ialah bendanya yang boleh memabukkan, sama ada dari jenis cecair, pepejal, serbuk atau gas apabila nyata memabukkan sama ada kuantitinya banyak atau sedikit maka hukumnya tetap sama, iaitu haram sebagaimana keterangan dari hadith sahih di atas.
Di hadith yang lain, Nabi Muhammad s.a.w mengkhabarkan bahawa ada di kalangan umatnya yang akan menyalahgunakan benda-benda yang memabukkan dengan menukar nama dan istilahnya untuk menghalalkan penggunaan benda-benda tersebut: “Pasti akan berlaku di kalangan manusia-manusia dari umatku, meneguk (minum/hisap/sedut/suntik) arak kemudian mereka menamakannya dengan nama yang lain”. H/R Ahmad dan Abu Daud.

Seseorang yang benar-benar beriman dan ikhlas dalam beragama, tentunya tanpa banyak persoalan atau alasan akan mentaati semua nas-nas al-Quran dan al-hadith yang nyata dan jelas di atas. Orang-orang yang beriman akan berkata dengan suara hati yang ikhlas, melafazkan ikrar dengan perkataan serta akan sentiasa melaksanakan firman Allah yang terkandung di dalam al-Quran : “Kami akan sentiasa dengar dan akan sentiasa taat”. Tidaklah mereka mahu mencontohi sikap dan perbuatan Yahudi yang dilaknat dari dahulu sehinggalah sekarang kerana orang-orang Yahudi itu apabila diajukan ayat-ayat Allah kepada mereka maka mereka akan menentang dan berkata : “Kami sentiasa dengar tetapi kami membantah”.

Sebagai contoh iman seorang Muslim yang sejati ialah suatu peristiwa yang mengisahkan seorang sahabat yang terus menuangkan gelas sisa-sisa arak yang ada padanya ke tanah tanpa soal dan bicara sebaik sahaja turunnya perintah pengharaman arak. Hanya iman yang mantap dapat mendorong seseorang mukmin sejati dalam mentaati segala perintah dan larangan Allah yang menjanjikan keselamatannya di dunia dan di akhirat.

Kalaulah Nabi Muhammad s.a.w telah menjelaskan melalui hadith-hadith baginda di atas bahawa setiap yang boleh memabukkan apabila dimakan, diminum atau digunakan (tanpa ada sebab-sebab keperluan atau terpaksa), maka ia dihukum sebagai benda haram dan ia dianggap sejenis dengan arak. Penghisapan dadah nikotin yang terdapat di dalam rokok bukanlah sesuatu yang wajib atau terpaksa dilakukan seumpama desakan dalam penggunaan dadah kerana adanya sebab-sebab tertentu seperti desakan semasa menjalani rawatan atau sebagainya. Sebaliknya, penghisapan rokok dimulakan hanya kerana tabiat ingin suka-suka yang akibatnya menjadi suatu ketagihan yang memaksa si penagih melayani kehendak nafsunya. Dalam pada itu, tanpa kesedaran, ia telah membeli penyakit dan menambah masalah, mengundang kematian dan tidak secara langsung ia telah melakukan kezaliman terhadap diri sendiri di samping mengamalkan pembaziran yang amat ditegah oleh syara (haram).

Dadah (bahan yang memabukkan) telah disamakan hukumnya dengan arak oleh Nabi Muhammad s.a.w disebabkan kedua-dua benda ini boleh memberi kesan mabuk dan ketagihan yang serupa kepada penggunanya (penagih arak dan dadah). Melalui kaedah (cara pengharaman) yang diambil dari hadith Nabi di atas, dapatlah kita kategorikan jenis dadah nikotin yang terdapat di dalam rokok sama hukumnya dengan arak dan semua jenis dadah yang lain.

Kesimpulannya, rokok atau tembakau yang sudah terbukti mengandungi dadah nikotin adalah haram pengambilannya kerana nikotin sudah ternyata adalah sejenis dadah yang boleh membawa kesan mabuk atau memabukkan apabila digunakan oleh manusia. Malah dadah ini akan menjadi lebih buruk lagi setelah mengganggu kesihatan seseorang penggunanya sehingga penderitaan akibat penyakit yang berpunca dari rokok tersebut mengakibatkan kematian. Rokok pastinya menambahkan racun (toksin) yang terkumpul di dalam tubuh badan sehingga menyebabkan sel-sel dalam tubuh seseorang itu mengalami kerosakan, mengganggunya daripada berfungsi dengan baik dan membuka kepada serangan kuman dan barah.

Apabila pengambilan rokok yang mengandungi bahan yang memabukkan dianggap haram kerana nyata ia digolongkan sejenis dengan arak (ÎÜóãúÑñ) oleh Nabi Muhammad s.a.w maka di dalam hadith dan al-Quran pula terdapat amaran keras dari Allah dan RasulNya:
“Dari Abu Musa berkata : Bersabda Rasulullah saw : Tiga orang tidak masuk syurga. Penagih arak, orang yang membenarkan sihir dan pemutus silaturrahmi”. H/R Ahmad dan ibn Hibban.
“Mereka bertanya kepada engkau tentang arak dan perjudian, katakanlah bahawa pada keduanya itu dosa yang besar”. Al Baqarah:219.

“Hai orang-orang yang beriman, bahawasanya arak , judi, (berkorban untuk) berhala dan bertenung itu adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan, sebab itu hendaklah kamu meninggalkannya semuga kamu beroleh kejayaan”. Al Maidah:90.
Hadith di atas Nabi Muhammad s.a.w telah mengkhabarkan bahawa penagih arak tidak masuk dan dalam ayat di atas pula, Allah mengkategorikan arak (khamar) sejajar dengan berhala dan bertenung sebagai perbuatan keji (kotor) yang wajib dijauhi oleh akal yang sihat. Perkataan “rijs” ini tidak digunakan dalam al-Quran kecuali terhadap perkara-perkara yang sememangnya kotor dan jelek. Perbuatan yang buruk, kotor, buruk dan jelek ini tidak lain mesti berasal daripada perbuatan syaitan yang sangat gemar membuat kemungkaran sebagaimana amaran Allah selanjutnya yang menekankan bahwa: “Sesungguhnya syaitan termasuk hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan judi itu dan menghalangi kamu dari mengingati Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak mahu berhenti?”. Al Maidah:91.

Justeru itu Allah menyeru supaya berhenti daripada perbuatan ini dengan ungkapan yang tajam : “Apakah kamu tidak mahu berhenti?”
Seseorang mukmin yang ikhlas tentunya menyahut seruan ini sebagaimana Umar r.a ketika mendengar ayat tersebut telah berkata: “Kami berhenti, wahai Tuhan kami, Kami berhenti, wahai Tuhan kami”.

Utsman bin ‘Affan r.a juga telah berwasiat tentang benda-benda yang memabukkan yang telah diistilahkan sebagai khamar (ÎãÑ) “arak”. Sebagaimana wasiat beliau: “Jauhkanlah diri kamu dari khamar (benda yang memabukkan), sesungguhnya khamar itu ibu segala kerosakan (kekejian/kejahatan)”. Lihat : Tafsir Ibn Kathir Jld.2, M/S. 97.

Ada yang menyangka bahawa rokok walaupun jelas setaraf klasifikasinya dengan arak boleh dijadikan ubat untuk mengurangkan rasa tekanan jiwa, tekanan perasaan, kebosanan dan mengantuk. Sebenarnya rokok tidak pernah dibuktikan sebagai penawar atau dapat dikategorikan sebagi ubat kerana setiap benda haram terutamanya apabila dibuktikan mengandungi bahan memabukkan tidak akan menjadi ubat, tetapi sebaliknya sebagaimana hadith Nabi s.a.w: “Telah berkata Ibn Masoud tentang benda yang memabukkan : Sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan ubat bagi kamu pada benda yang Ia telah haramkan kepada kamu”. H/R al-Bukhari.

“Telah berkata Waail bin Hujr : Bahawa Tareq bin Suwid pernah bertanya kepada Nabi s.a.w tenang pembuatan arak, maka Nabi menegahnya. Maka baginda bersabda : Penulis membuatnya untuk (tujuan) perubatan. Maka Nabi bersabda : Sesungguhnya arak itu bukan ubat tetapi penyakit”. H/R Muslim dan Turmizi. Allohu a’lam.

Comments

Popular posts from this blog