Jauhilah Fitnah



Oleh Buya H. Mas’oed Abidin
Wahyu Allah SWT memperingatkan setiap diri agar selalu berhati-hati terhadap datangnya cobaan (fitnah) yang bisa menimpa setiap orang.

Sesuai firman-Nya;
“Dan peliharalah dirimu dari fitnah yang tidak semata khusus ditimpakan terhadap orang-orang yang zalim (aniaya) di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaannya” (QS.8, al-Anfal:25). 

Fitnah adalah siksaan yang tidak hanya teruntuk orang yang aniaya (zalim), bahkan akibatnya dirasakan oleh orang lain yang ada disekelilingnya.
Nabi Muhammad SAW menyuruh mewaspadai kondisi kehidupan manusia di suatu ketika akan disungkup fitnah berbungkus tipu daya (khida’aat) seperti;
(a). Membenarkan sesuatu yang di dalamnya tersimpan kebohongan,
(b). Mendustakan (menolak) sesuatu yang telah benar,
(c). Memberikan amanah kepada orang-orang khianat,
(d). Mengkhianati orang-orang jujur, dan
(e) Mengikuti ucapan “ar-ruwaiybidhah”., yaitu “seorang bodoh yang berbicara tentang segala urusan”,
(HR.Ibn.Majah dari Abi Hurairah RA).
Masyarakat yang terbiasa pada sikap membenarkan yang salah cenderung akan menolak kebenaran, sebab yang menjadi ukuran adalah interest (kepentingan). 

Tatkala amanah diserahkan kepada pengkhianat, orang jujur akan dikhianati (dikucilkan), dan tampillah orang-orang bodoh yang berbicara seenak perut menyangkut segala urusan orang banyak.
Suka atau tidak, segala permasaalahan tidak duduk secara tepat, dan berkembang subur segala tindakan anarkis. 

Berbagai kekacauan (fasad) dan pemaksaan kehendak sukar dibendung.

Tindakan balas dendam dibumbui saling curiga, hasad dan dengki akan meraja lela.
Akhirnya, berlakukah peringatan Rasulullah SAW;
“bila urusan sudah dipegang yang bukan ahlinya, tunggu sajalah kehancuran” (Al Hadist).
Datanglah bencana besar berupa fitnah (siksaan) yang tak terelakkan.

Kepada orang beriman diperintahkan agar jangan mengkhianati Allah dan Rasul dengan merusak amanat yang dipercayakan.

Bahayanya sangat besar.
Harta, kekayaan, anak, turunan, adalah sumber fitnah besar. (lihat QS.8:27-28).
Allah SWT akan menguji dengan keburukan dan kebaikan, di dalamnya terdapat fitnah (lihat QS.21,al-Anbiya’:35). 

Dalam situasi serba tak menentu perlu dipelihara konsistensi (istiqamah).
Baiklah di simak dialog Khuzaifah bin al-Yamany RA dengan Rasulullah SAW.
Ketika orang banyak bertanya kebaikan (al-khair), dia menyoal keburukan (syarr), karena takut kalau keburukan itu yang menimpa dirinya.
Sahabat Khuzaifah berkata;
“Wahai Rasulullah, sebelumnya kami hidup dalam zaman jahiliyah dan kodisi buruk, hingga didatangkan oleh Allah kepada kami kebaikan (hidayah Islam, kerasulan Muhammad SAW).
Apakah di balik kebaikan ini masih tersimpan keburukan?”.
Rasul SAW menjawab; “Ya!”.
Ditanya lagi;
“Apakah di balik keburukan itu masih terdapat kebaikan?”,
maka Rasul menjawab; “Benar, tetapi diselimuti kabut!”.
Lantas kutanyakan;
“Kabut semacam apa?”,
yang di jawab oleh Nabi SAW;
“kaum yang mengajak tanpa petunjuk hidayahku!”
(dalam riwayat lainnya, “kaum yang bersunnah di luar sunnahku, dan berpedoman di luar hidayahku”).
“Kamu mengenali mereka, tapi kamu mengingkari
(terang-terangan atau sembunyi, karena perangainya tidak sejalan)”.
Aku tanyakan lagi;
“Apakah sesudah kebaikan itu masih ada keburukan?”.
Jawab Nabi; “Ya!,
Dakwah (yang berkembang) adalah ajakan kepintu jahanam.
Siapa saja yang mengikuti (seruan) mereka, berarti siap terjun kedalamnya”. Kutanyakan pula;
“Tunjukkan kepada kami sifat mereka, wahai Rasulullah!”
Dijawab Nabi SAW;
“Kulit mereka seperti kita, dan perkataan mereka seperti lisan kita juga”.
Maka, aku sampaikan;
“Apakah perintahmu kepadaku, andai kutemui kondisi seperti itu?”
Sabda Rasulullah SAW;
“Tetaplah dalam jamaah muslimin dan ikutilah para imam (pemimpin) mereka (Muslim) itu!”.
Akhirnya, kutanyakan;
“Bagaimana, jika aku tak menemui lagi di kalangan mereka (kaum muslimin) itu jamaah dan juga tidak ada imam (pemimpin)?”.
Nabi SAW berkata;
“Menghindarlah (‘uzlah) dari seluruh firqah (kelompok) yang ada, walau engkau akan menggigit urat kayu hingga maut datang menjelang, dan engkau tetap begitu (sedemikian itu lebih baik untukmu)”.

(HR.Tirmidzi)

Comments

Popular posts from this blog