Layakkah wanita Muslimah berkerja… ?

 

 

by Alexyusandria Moenir

Zaman sekarang dimana tuntutan hidup kian meningkat, membuat masing masing insan berusaha keras meningkatkan kualitas dan kemampuan diri agar layak dan mampu menghadapi kerasnya dunia ini dalam melayari bahtera kehidupan.

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. (QS Huud 11 : 15)

Langkah pertama manusia dalam menghadapi persaingan didunia ini adalah persiapan diri melalui pendidikan formal yaitu melalui bangku sekolah, dimulai dari yang terendah sampai ke pendidikan yang tertinggi. Dan Islam sebagai agama terakhir yang telah diberikan Allah sebagai rahmat buat seluruh makhluk melalui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, sangat mengutamakan kewajiban belajar untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat bagi ummatnya, baik laki laki maupun perempuan.

Dalam sebuah sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dijelaskan : “Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah) 

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu : "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Mujaadilah 58 : 11)



Ditinggikannya derajat dengan beberapa derajat, ini menunjukkan atas besarnya keutamaan, dan ketinggian di sini mencakup ketinggian maknawiyyah di dunia dengan tingginya kedudukan dan bagusnya suara (artinya dibicarakan orang dengan kebaikan) dan mencakup pula ketinggian hissiyyah (yang dirasakan oleh tubuh dan panca indera) di akhirat dengan tingginya kedudukan di jannah. (Fathul Baarii 1/141) 

Wanita yang merupakan madrasah pertama bagi anak anaknya dalam memperoleh pengetahuan, juga memiliki kewajiban menjadi wanita yang berpengetahuan demi dirinya sendiri dan anak anak yang dilahirkannya yang kelak juga harus dididiknya dengan baik.

Hadis riwayat Ibnu Umar ra : Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda : Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin.
Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. (Shahih Muslim No.3408) 

Sebagai wanita yang berpendidikan, kelak sebagai istri, dia akan lebih memahami bagaimana cara membahagiakan suami dan membuat rumah tangganya tentram dalam limpahan kasih sayang dengan saling pengertian dan dia memahami kenapa Allah memerintahkan istri harus patuh kepada suami yang merupakan imam bagi diri dan keluarganya.



Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS An Nuur 30 : 21) 

Dari ayat diatas bisa kita ambil kesimpulan bahwa diantara tugas utama wanita adalah membahagiakan suami dan menentramkannya. Menjaga hartanya dan menggunakannya sesuai dengan kebutuhan keluarganya. Merawat rumahnya sehingga rumahnya bisa menjadi surga bagi suami dan anak-anaknya. Jika dia benar-benar mampu menjaga keluarganya, menentramkan suaminya, mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islam yang benar, dengan penuh kejujuran dan keikhlasan karena ingin memperoleh ridho Allah subhanahu wata’ala, maka keluarganyapun akan menjadi keluarga yang harmonis, penuh dengan cinta dan kasih sayang, sehingga keluarganya layak disebut sebagai keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Salah satu keistimewa’an Islam dan juga bukti diangkatnya derajat wanita serta kemulia’annya adalah  agama kita ini tidak pernah sama sekali membebani atau memerintahkan wanita untuk mencari nafkah atau bekerja di luar rumah.


Karena dalam keadaan apapun dia sudah dinafkahi oleh walinya, ketika ia masih sendiri (belum menikah), ayahnyalah yang berkewajiban untuk menafkahinya, jika ayahnya tidak mampu atau sudah tidak punya ayah lagi, maka saudara laki lakinya lah yang wajib menafkahi, jika tidak ada, maka kerabatnya yang lain lah yang wajib menafkahi, jika tidak punya kerabat juga maka uang baitul mal lah nafkahnya.

Demikian pula sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabatnya : “Kalian wajib memberi mereka (kaum wanita) makan dan pakaian menurut yang patut” (HR Imam Muslim dari Jabir bin Abdullah ra).

Sebenarnya pada zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kita akan melihat banyak sekali tokoh-tokoh sahabat wanita yang juga bekerja baik di bidang perdagangan atau di bidang yang lainnya. Misalnya saja Khadijah ra yang merupakan istri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sendiri, beliau adalah orang yang sangat terkenal sekali dalam keahlian berdagang, bahkan beliau adalah wanita terkaya di Makkah pada zaman itu.

Selain itu Asma’ binti Abu bakar ra, beliau juga bekerja diladang suaminya Zubair ibnu Awam dan mengangkat biji korma dari ladang menuju rumahnya. Padahal jarak antara ladang dengan rumahnya sangat jauh sekali. Dan masih banyak lagi sahabat wanita yang lainnya yang ikut andil dalam bekerja mencari nafkah. 

Hal yang paling penting untuk digaris bawahi adalah hal hal yang membolehkan muslimah untuk menjadi wanita karir atau bekerja tersebut, tidak boleh terlepas dengan syarat-syarat yang ditentukan Syari’at Islam dan para ulama’ menurut nash-nash Al qur’an dan Hadist serta Maqashid Asysyari’ah.

Namun sesuai dengan perkembangan zaman, dimana kebutuhan duniawi ini meningkat, sebagai wanita berpendidikan, tentu saja muslimah ingin mengaplikasikan ilmu yang telah didapatnya untuk memperoleh sesuatu bagi diri sendiri dengan bekerja disamping mengamalkan ilmunya demi kepentingan banyak pihak. Selain itu dalam suatu rumahtangga kadang kadang dibutuhkan juga bantuan wanita dalam memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga mau tak mau hal ini akan menyita waktu dan fikiran wanita muslimah yang bekerja.

Hal ini menyebabkan terjadinya benturan antara kewajiban dan kebutuhan yang sering membuat wanita berada dipersimpangan, antara kewajiban sebagai ibu jika dia telah berumahtangga dan keinginan untuk meningkatkan karir yang telah dirintis dengan segala daya upaya dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan kemauan yang kuat agar bisa bersaing dan sukses didunia kerja.

Islam membolehkan wanita bekerja jika diizinkan oleh wali atau suaminya jika dia sudah menikah, namun kewajiban utamanya sebagai muslimah harus tetap dilaksanakan, yaitu mengurus suami dan anak. Selain itu, sebaiknya wanita memilih pekerjaan yang tidak bertentangan dengan kodratnya sebagai wanita.

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.  [QS Al Baqarah 2 : 233] 

Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam : “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. (HR Turmudzi)

Dan dalam berkerja wanita tidak boleh melupakan syari’at yang telah diwajibkan Allah untuknya dalam berpakaian, sehingga tidak meninggalkan kewajiban tersebut demi hal hal duniawi yaitu tuntutan berpakaian demi pekerjaan.

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS An Nuur 24 : 31)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat : [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekiandan sekian. (HR. Muslim no. 2128) 

Dalam ruang lingkup kerja seringkali terjadi berbaurnya antara laki laki dan wanita yang bukan mahram, padahal ini sangat dilarang keras oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, karena dapat menimbulkan kemudharatan dan fitnah, maka wanita yang ingin berkarir harus hati hati dalam hal ini.

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya." [QS Al Qashash 28 : 23]

Dalam ayat tersebut tersirat tuntunan yang mulia tentang bagaimana seorang wanita bekerja di luar rumah. Di sana ada adab dan syariat yang membolehkan wanita bekerja di luar rumah.

Ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita. Dari kalimat ini kita menjumpai adab dimana wanita tersebut tidak sendiri melainkan berdua dengan saudara perempuannya dalam hal ini adalah mahramnya.
Hal ini juga dipertegas dalam tuntunan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hadist : “Perempuan tidak boleh bepergian kecuali didampingi oleh mahramnya” [HR Imam Bukhari dan Muslim]

Dalam ayat diatas sangat jelas bagaimana kedua perempuan tersebut menjaga diri mereka dari bercampur baur dengan lelaki yang bukan muhrimnya, sehingga kedua wanita ini lebih mau menunggu lama dan rela mendapat giliran terakhir daripada berdesak-desakan dengan laki-laki, dengan berada di bagian belakang dan menunggu hingga semua lelaki yang sedang meminumkan ternaknya itu pulang terlebih dahulu, kedua wanita mulia itu juga terhindar dari kemungkinan dilihat atau saling memandang (ghadhdhul bashar).  

Sebenarnya kemuliaan seorang wanita Muslimah bukanlah ditentukan oleh karir tinggi yang telah dicapainya dengan susah payah, namun hal ini ditunjukkan ketika dia patuh dan tunduk akan perintah Allah dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam menjalankan kehidupannya dunia akhirat.

Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya : “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalehah”. (HR. Muslim).

Wallahu a’lam bishshawab

Comments

Popular posts from this blog