Rumusan Hablumminallah (Hubungan manusia dengan Allah Swt)


 

Oleh Drs. KH. Tantowi Musyadad, MA


 
Ada beberapa hal yang bisa dijadikan rumusan dalam hubungan antara kita dengan Allah Swt. Hubungan tersebut memiliki rumusannya tersendiri, anda sebagai pegawai ada aturan main dan sistemnya, kita pun sebagai hamba ada aturan mainnya dari Allah Swt. 

Pertama, ada yang disebut dengan rumusan timbal balik, yaitu action-reaction, analoginya seperti ini, kalau kita mempunyai bola karet kemudian kita lempar pelan-pelan ke arah tembok, maka bola tersebut akan memantul kembali dengan pelan kepada kita, namum kalau kita melemparnya dengan keras maka secara otomatis bola tersebut kembali kepada kita dengan keras.

Di dalam ayat-ayat Al-qur’an, Allah Swt menyebutkan beberapa penjelasan, fadzkuruni adzkurkum, bila kau ingat Aku, Aku pun ingat kamu, kalau dalam hadist qudsi dikatakan, bila ada manusia yang mendekat kepada Aku, maka Aku akan membalasnya dengan tidak terhitung artinya reaksinya lebih tepat dan banyak, kalau ada hamba yang meminta maka Aku akan mendekatinya, bila datang padaKu berjalan maka Aku akan menyambutnya dengan berlari artinya bahwa di dalam hukum timbal balik itu Alloh lebih tepat dan lebih banyak membalasnya, dalam hadist yang lain intansurulloha yansurkum bila engkau menolong agama Allah maka Allah akan menolongmu, itu artinya ada timbal balik. Banyak dalam Al-qur’an yang menyebutkan rumusan tadi, hanya saja yang perlu kita fahami bahwa rumusan timbal balik ini Allah Swt sangat luar biasa sekali memberikan yang lebih dari apa yang kita umpankan, terutama dalam hal kebaikan, sementara dalam hal kejelekan Allah Swt tidak menambahnya.

Di dalam sistem penilaian amal manusia, Allah itu berat sebelah dan cenderung berpihak kepada manusia, kita ambil contoh siapapun diantara kita yang mempunyai nilai jahat atau niat jelek, ketika seseorang berniat jelek itu bukan merupakan suatu point dosa, akan tetapi kalau niatan jelek itu sudah diaplikasikan atau dibarengi dengan tindakan maka itupun penilaiannya cuman satu point, tapi kalau kebajikan, baru niat saja itu sudah diberikan point, dan ketika niat baik itu dilakukan dengan tindakan maka minimal akan mendapatkan point 10, manjaa’ abil hasanati falahuu ‘asyru amtsaalihaa “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya” (QS. Al-an’am ayat 160).

Makanya Rasulullah mengatakan, bahwa alif lam mim itu bukan satu huruf, satu huruf dalam Al-qur’an yang engkau baca akan menghasilkan 10 point, berarti ketika kita membaca 3 (tiga) huruf, yaitu alif lam mim maka kita memperoleh 30 point, itulah Al-qur’an. Dan ternyata berat sebelah ini bukan hanya sebatas 10 point saja tapi banyak amal kita yang dilipat gandakan lebih dari itu, contohnya seperti sholat berjamaah ganjarannya 27 kali lipat daripada sholat sendirian, contoh yang lain sholat di Masjid Nabawi pahalanya 1000 (seribu) kali lipat daripada sholat di masjid Telkom ini, bahkan contoh yang lain yang dilipat gandakan sampai 30 ribu, siapaun yang beribadah di malam Lailatul Qodar maka ia mendapat imbalan seperti beribadah seribu bulan atau sama dengan 30 ribu kali lipat, belum lagi yang 100-ribu, belum lagi yang dinamakan unlimited, Allah menyatakan dalam Al-qur’an, orang-orang yang sabar itu diberikan anugerah oleh Allah imbalan tanpa angka, kredit pointnya tidak diserahkan kepada malaikat tetapi langsung diserahkan kepada Allah. Karena kesabaran ini kaitannya dengan hati, dan hanya Allah yang tahu isi hati seseorang. Artinya bahwa hukum timbal balik dengan Allah yang mana kita hanya memberikan satu (1) tetapi Allah membalikkannya dengan 10 point sampai kepada bilangan yang unlimited, sampai Allah mengatakan wamallooha bidhollaamil lil’abiid, Aku paling tidak suka mengurangi jatah hambaKu, Aku paling suka menambahnya, itu merupakan rumusan timbal balik dalam sistem penilaian amal.

Sekarang ada rumusan timbal balik dalam hubungan antara kita dengan Allah, yaitu hamba dengan Tuhan-Nya, ada sebuah hadist yang berbunyi, bila seseorang ingin mengetahui tinggi rendahnya derajat di sisi Allah maka lihatlah tinggi derajat Allah di hatimu, artinya bila Allah disertakan di hati kita jadi nomor 1, di atas segala kepentingan dan diatas segalanya maka derajat kita pun nomor satu di sisi Allah. Bila Allah dinomor duakan, nomor tiga atau nomor ke berapa setelah kepentingan itu dan ini. maka kitapun direndahkan derajatnya oleh Allah Swt, maka ketika kita berdoa kepada Allah meminta agar diijabah, kadang-kadang dari rumusan tadi keluar sebuah pernyataan, kamu mau permintaan kamu dinomor satukan sementara perintah Tuhan saja dinomor tigakan, bila engkau menomor satukan perintah Tuhan maka permintaanmu pun nomor satu, tapi bila suatu saat engkau menomor duakan perintah Tuhan sampai menomor terakhirkannya, meskipun engkau meminta-minta seribu kali pun tetap tidak akan diijabah.

Di dalam hukum timbal balik ini sebenarnya ibadah itu ada 3 target, target pertama adalah sah sesuai hukum, misalkan kita sholat, selama kita melaksanakan sholat dzuhur sesuai ajaran fikih yang diambil dari Al-qur’an dan hadist syaratnya dipenuhi rukunnya dipenuhi maka menurut standar hukum fikih sholat dzuhur kita tersebut dinyatakan sah, target pertama sudah tercapai, tapi belum tentu sholat yang sah itu diterima oleh Allah, karena tidak menutup kemungkinan seseorang melakukan sholat tapi hati dan niatnya tidak benar. Seperti orang berpuasa dari pagi sampai maghrib, maka menurut standar fikih puasanya sah tetapi ketika dia berpuasa melakukan hal-hal yang negatif maka Allah enggan menerimanya, jadi yang pertama diterima karena sah menurut hukum dan kedua diterima, dan yang ketiga dalam hubungan kita dengan Allah diterima oleh Allah itu dengan harga berapa? dengan nilai berapa? karena kelulusan nilai 6 dengan kelulusan nilai 9 itu berbeda prestasi kelulusannya, yang ini cumlaude yang ini biasa-biasa saja. Makanya target yang ketiga adalah bagaimana ibadah kita sah, diterima dan diterima dengan nilai yang sangat tinggi di sisi Allah Swt. Untuk diterima dengan nilai yang sangat tinggi ini standarnya lain, kalau sah menurut standarnya fikih, kalau diterima dari standarnya niat dan hubungan horizontal, kalau hubungan horiozontal anda baik maka anda akan mendapatkan nilai point yang diterima, lulus dengan nilai standard.

Oleh karenanya kenapa kalau durhaka kepada orang tua itu akan menjadi penghalang tidak diterimanya sholat seseorang, dan Allah enggan menerima ibadah hambaNya yang durhaka kepada orang tua. Tidak sedikit orang yang beribadah karena hubungan horizontalnya tidak baik, ke istrinya jahat, ke anak buahnya berbuat dzalim, ke orang tuanya durhaka walaupun jidatnya hitam karena bekas sujud namun Allah tetap tidak akan menerima amal ibadahnya karena hubungan horizontal yang baik itu adalah penentu dan penyempurna ibadah vertikal, itu rumusannya. Oleh karena itu tahapan pertama sah, tahapan kedua diterima dan tahapan ketiga diterima dengan nilai yang tinggi, maka yang dijadikan standar dari ketiga tahapan tersebut itu adalah keilmuan dan kema’rifatan. Tidak jauh-jauh di Telkom di tempat kita bekerja kalau ingin melihat pekerjaan yang berat secara fisik, mungkin adalah seorang office boy, tetapi kenapa gajinya lebih rendah daripada Direktur?. Sementara Direktur berdasi, kerjaannya hanya teken-teken kontrak, tapi mungkin gajinya 100 kali lipat dari OB, kenapa bisa begitu? karena ilmu. Seorang insinyur dengan ilmunya kerja semaleman bisa saja menghasilkan 10 juta rupiah, tapi seorang tukang atau buruh membutuhkan uang 10 juta rupiah harus mengumpulkan beberapa hari, mungkin 1 tahun juga belum tentu. Begitu juga hubungan kita dengan Allah seperti itu, tidak menutup kemungkinan sholat dua rakaat yang dilakukan seseorang itu mempunyai nilai yang melebihi 100 rokaat yang dilakukan oleh orang banyak, kenapa? karena faktor keilmuan dan faktor psikologis, saya ambil contoh begini, di dalam motivasi ibadah itu ada 3, pertama ada orang yang termotivasi ibadah itu hanya pada tatanan kewajiban dan itu yang paling rendah, yang kedua seseorang melakukan ibadah karena sudah merasakan seperti sebuah kebutuhan dan yang ketiga yang lebih tinggi lagi orang yang melakukan ibadah bukan hanya sebagai kebutuhan saja tetapi sudah menjadi kesenangan atau hobbi, nah ketika kita melakukan ibadah apapun kalau masih dalam tatanan rasa kewajiban dan sementara yang lain karena kesenangan maka kualitas ibadah tersebut berbeda, tapi kalau sudah menjadi sebuah hobi sholat sunat 100 rokaat-pun dilakukan dengan senang hati, berbeda dengan orang yang tidak biasa duduk di masjid walaupun 10 menit maka seperti waktu 3 jam walaupun ruangan itu berAC tetap saja merasakan tidak nyaman. Atau juga orang yang suka beribadah dibawa ke tempat dugem, baru 10 menit saja sudah panas, kerjapun demikian kalau dilakukan karena hobi maka itu sangat enak sekali. 

Kemudian orientasi selanjutnya, ada orang yang beribadah itu karena orientasinya itu duniawi, karena sakit ingin sembuh maka ia rajin tahajud, puasa, shodaqoh, dan ketika dia sudah sembuh, sehat sedia kala, maka semuanya ditinggalkan karena tujuannya duniawi, miskin pengen kaya sudah tercapai ia lupa.

Tetapi ada juga orang yang pamrih ukhrawi, dia ingin pahala, ingin derajat dan ingin ini itu, kalau dianalogikan ini seperti seorang buruh, orang yang melakukan ibadah Karena pamrih ukhrawi ingin masuk surga tidak ingin masuk neraka, silahkan sah-sah saja! Tetapi mungkin penilaiannya tidak sebesar dari apa yang diharapkan, kenapa? Kalau menurut orang-orang yang sudah terbiasa merasakan, kalau engkau menyembah kepada Allah dengan tujuan engkau mendapatkan surgaNya berarti surga itu kan makhluk ciptaan Allah berarti engkau masih menjadikan Allah sebagai sarana pencipta, sebagai sarana untuk mendapatkan ciptaanNya atau makhlukNya yang secara tidak sadar berarti engkau merendahkan Tuhan. Wallahu'alam
 
http://www.masjidku.org

Comments

Popular posts from this blog