KEBODOHAN UNIVERSAL



Ada sebuah ilustrasi menarik untuk kita renungkan bersama-sama pada kesempatan ini, karena jangan-jangan akibat kesibukan kita, kita masuk dalam kelompok yang orang merugi, yaitu orang yang membuang-buang percuma sesuatu yang paling berharga yang dimilikinya.
 Jika ada seorang pemuda memperoleh warisan yang banyak dari orang tuanya, tetapi kemudian ia membelanjakannya tanpa perhitungan, bagaimana pandangan kita? Pastilah kita akan menyayangkannya, dan menganggap pemuda tersebut bodoh. Sekarang marilah kita perhatikan diri kita; jangan-jangan kita lupa kalau kita sendiripun tanpa disadari, seringkali bersikap seperti yang dilakukan pemuda tersebut.Kita acapkali menghabiskan modal yang paling bernilai yang kita miliki, hanya untuk sesuatu yang sama sekali tidak berarti. Apakah modal manusia yang paling bernilai ? Tidak diragukan lagi, itula usia! Bukanlah umur merupakan modal yang paling besar bagi manusia ? Dalam hal ini nabi kita yang mulia bersabda,”Kemuliaan umur dan waktu, lebih bernilai dibandingkan kemuliaan harta”.
 Bila kita perhatikan dengan cermat, manusia itu pada hakikatnya adalah pengendara di atas punggung usia. Ia menempuh perjalanan hidupnya, melewati hari demi hari, menjauhi dunia dan mendekati liang kubur. Dalam hal ini ada seorang bijak yang mengutarakan keheranannya, "Aku heran terhadap orang yang menyambut dunia yang sedang pergi meninggalkannya, tetapi malah berpaling dari akhirat yang sedang berjalan menuju kepadanya”.

 Kadang-kadang kita heran juga dengan sikap kita sendiri. Kenapa kita mudah menangis bila harta benda kita berkurang, sebaliknya tidak pernah menangis bila usia kita yang berkurang? Bukankah tidak ada yang lebih bernilai bagi manusia selain usianya? Ironisnya lagi, kehilangan usia ini malahan kita rayakan dengan sesemarak mungkin. Barangkali inilah satu-satunya kebodohan manusia yang bersifat universal, yaitu merayakan dengan meriah kehilangan sesuatu yang sangat berarti bagi dirinya. Padahal semua orang mengerti, bahwa yang hilang ini benar-benar menguap dan tidak akan pernah menjadi milik kita lgi.

Ada lagi yang aneh pada diri kita, kita mau berjuang mati-matian mengerahkan seluruh daya dan potensi yang ada untuk mendapatkan sesuatu yang belum pasti kita peroleh; sementara untuk hal yang sudah pasti terjadi, kita hadapi dengan usaha yang sekedarnya saja. Bukankah satu-satunya kepastian bagi manusia itu adalah hanya kematian? Tidakkah kita sadari, bahwa sebenarnya kita semua sedang berkarya dalam batas hari-hari yang pendek untuk hari-hari yang panjang? Lalu mengapa kita selalu cenderung membangun istana duniawi, sedangkan istana akhirat kita abaikan?

Bila kita sadar dengan tujuan keberadaan kita di dunia, maka pastilah kita menjadikan usia sebagai sesuatu yang paling berharga. Ia lebih mahal dari emas, intan berlian, atau batu mulia apapun. Oleh sebab itu, ia harus digunakan seoptimal mungkin.

Ada perkataan seorang bijak yang sangat baik kita renungkan, katanya : ”Aku tidak menyesali sesuatu seperti penyelesalanku terhadap tenggelamnya matahari yang berarti umurku berkurang, akan tetapi amal shalihku tidak bertambah”.

Mengapa kita biarkan umur kita berlalu begitu saja tanpa melakukan sesuatu yang berarti? Apakah sudah demikian parahnya kebodohan kita, sehingga rela menghabiskan modal yang paling bernilai? Bukankah kita harus mempertanggung jawabkan setiap menit yang berlalu? Firman Allah dalam surat 23 (Al-Mukminun) 115 sangat tegas menegaskan hal ini. ”Apakah kami sekalian mengira, bahwa kami menciptakan kamu sia-sia dan kepada Kami kamu tidak dikembalikan?”.

Demikianlah yang dapat disampaikan pada kesempatan ini, mudah-mudahan renungan ini mampu menggugah hati nurani kita, sehingga kita tidak mau lagi membuang-buang umur dengan percuma, apalagi bersuka cita pada saat umur kita berlalu. Sebuah pepatah mengatakan ”Kuburan akan datang kesetiap orang dengan kecepatan 60 menit perjam, tidak peduli sekaya atau sesehat apapun ia sekarang”.

Sumber : Buku Sentuhan Kalbu, Ir. Permadi Alibasyah


Comments

Popular posts from this blog