TUBUH RASULULLAH SAW SEBAGAI PENGHALANG API NERAKA
Assalamualiakum Warohmatullahi
Wabarokatuh
Mendekati hari kematiannya, Rasulullah SAW memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan memanggil umat Islam untuk solat jamaah. Begitu Bilal berazan, datanglah jamaah dari kaum anshor dan Muhajirin di Masjid Rasulullah. Kemudian belui solat dua rakaat bersma mereka, lalu Nabi naik mimbar. Puji-pujian kepada Allah, Nabi bersabda: "Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya aku adalah Nabimu, penasihatmu, yang mengajak kamu ke jalan Allah dengan izin_Nya. Sesungguhnya aku adalah saudaramu seperti saudara sekandung sebapa sangat belas kasihan<>
Begitulah
Rasulullah minta dengan rela hati kepada orang yang pernah disakiti
agar membalasnya sesuai dengan apa yang pernah dirasakannya. Dalam hukum
Islam ini disebut hukum Qisas, sertinya balasan yang setimpal. Walaupun
demikian, tidak satupun yang hadir berdiri menuntut Qisas kepada
Rasulullah. Rasulullah lalu mengulanggi tawarannya sampai tiga kali agar
sahabat dan kaumnya tidak segan-segan melakukannya.
Benar
juga, maka bangunlah Ukasyah bin Muhsin mendekati Rasulullah.
"Sebenarnya aku engan dan tidak sampai hati seandainya engkau tidak
menganjurkannya sampai berulangkali. Aku terpaksa memberanikan diri
berdiri di sini untuk menceritakan apa yang pernah kualami atas
perlakuan Rasulullah dalam perang Badar. Tatkala untaku mendekati
untamu, aku turun mendekatimu agar boleh mencium pahamu. Tapi kemudian
engkau mengangkat cambuk dan akulah yang terkena cambukmu pada bahagian
pinggangku. Aku tidak tahu dan tidak berfikir apakah waktu itu engkau
sengaja memukulku atau memukul untamu, tetapi dengan tidak sengaja
cambukmu mengenai pinggangku," tutur Ukasyah disaksikan sahabat yang
hadir saat itu.
"Apakah
mungkin aku mencambukmu wahai Ukasyah?" sahut Rasulullah. Sementara itu
Rasulullah menyuruh Bilal untuk mengambil cambuk di rumah Fatimah anak
perempuannya.
Begitu sahabat Bilal menuju rumah Fatimah mengambil cambuk, puteri Nabi itu kehairanan.
"Untuk apa ayahku mengambil cambuk ini."
"Ayahmu akan melakukan Qisas," jawap bilal
"Siapakah orang yang sampai hati menuntut Qisas kepada Rasulullah ayahku?" bisik Fatimah.
Tiba
di masjid, Bilal menyerahkan cambuk kepada Nabi. Dari tangan Bilal,
Nabi menyerahkan cambuk unta itu kepada sahabat Ukasyah agar segera
melakukan cambukan balasan atau Qisas seperti yang pernah dideritanya.
Melihat Ukasyah berdiri memegang cambuk dan siap memukul ke punggung, sahabat Abu Bakar berdiri mencegahnya.
"Wahai Ukasyah, terikan Qisas itu pada diriku. aku tidak sampai hati melihat engkau menempelkan cambuk itu ke kulit Rasulullah,"
"Duduklah
engkau berdua" ujar Rasululluh kepada sahabat Abu Bakar dan Umar Ibnu
Khatab. " Allah telah mengetahui kedudukan dan pengorbananmu," kata
Nabi.
Merasa
tersinggung atas sikap Ukasyah dan didorong rasa kesetiannya kepada
peminpinnya, menyusul bangkit sahabat Ali bin Abi Thalib ra.:"Wahai
Ukasyah, engkau tahu aku masih hidup di samping Rasulullah SAW kerana
itu tetap nekad dan berkeras hati membalas cambukan kepada Rasulullah,
ini perutku, dadaku atau punggungku. Silakan pilih mana yang kau sukai,
dan cambuklah sekuat tanganmu," kata Ali sambil menyodorkan sebahagian
tubuhnya siap menerima cambukan.
Melihat
kejadian itu, Rasulullah berkata: "Wahai Ali, Aku tahu kedudukanmu dan
pengorbananmu, kerana itu duduklah." Belum cukup pembedaan sahabat Abu
Bakar, Umar dan Ali, dua cucu Nabi itu berkata kepada Ukasyah yang tetap
menggengam cambuk ditangannya.
"Engkau
tahu Ukasyah, bahawa kami adalah cucu beliau. Yang masih ada hubungan
darah dengan beliau. Jika engkau mahu membalas Qisas kepada kami itu
sama saja engkau menerima Qisas dari Rasulullah. Maka cambuklah kami,"
kata mereka.
"Duduklah
kau berdua" kata Rasulullah kepada dua cucunya Hasan dan Husin.
Kemudian Rasulullah berpaling kepada Ukasyah sambil berkata:"Cambuklah
Wahai Ukasyah, jika memang benar aku telah memukulmu!"
"Ya Rasulullah, dulu cambukmu mengenai punggugku yang terbuka." jawapnya.
Sesuai
dengan permintaan Ukasyah, Nabi lalu membuka bajunya hingga nampak
punggungnya yang putih . Kemudian Ukasyah berjalan mendekati Rasulullah
dengan cambuk di tangannya. Adengan yang dramatis itu disaksikan oleh
para sahabat dengan merunduk dan linangan air mata. Mereka menahan nafas
menanti peristiwa yang akan terjadi justeru disaat akhir kehidupan
Rasulullah.
Apa
yang terjadi, begitu belihat punggung Rasululluh bersih semacam itu
maka jatuhlah Ukasyah bersama cambuknya, Ukasyah segera bangun dan
mencium Rasulullah dan memeluk pinggangnya sepuas hati. "Siapa orangnya
yang sampai hati menerima Qisas darimu ya Rasulullah." katanya.
Suasana
tegang yang meliputi adengan itu kini jadi kendor para sahabat yang
semula menahan sikap Ukasyah yang tiba-tiba berubah itu. Kepada yang
hadir Ukasyah menceritakan apa maksudnya dia minta Qisas kepada
Rasulullah itu: " Maksud dan harapanku tiada lain agar tubuhku boleh
menempel ketubuhanmu ya Rasulullah. semoga tubuhmu menjadi penghalang
api neraka yang menyuluh tubuhku," kata Ukasyah.
Begitu
semuanya sudah reda, Rasulullah berkata, ketahuailah bahawa siapa yang
ingin melihat ahli surga, maka lihatlah orang ini." Berkata begitu Nabi
sambil menunjuk Ukasyah.
Mendengar
kata Nabi, para sahabat lalu ramai-ramai memeluk tubuh Rasulullah
sambil mencurahkan isak tangisnya. Kepada Ukasyah mereka berkata: "
Berbahagialah engkau telah menerima darjat yang tinggi. Dan engkau akan
mendampingi Rasulullah di Syurga kelak. Ya Allah mudahkanlah kami untuk
menerima syafa'atnya, kerana kemuliaan dan keagungan-MU
DETIK-DETIK TERAKHIR NABI MUHAMAD SAW DAN MALAIKAT IZRAIL
Keadaan
Nabi semakin tenat saja dari hari ke hari. Para sahabat sudah sangat
cemas semenjak malam isnin. Dan ketikaIsnin pagi Bilal mengalunkan
suaranya di Masjid Nabawi, memanggil umat islam untuk menunaikan solat
subuh, hingga beberapa lama Nabi belum hadir juga. Bilal lalu berangkat
ke rumah beliu. Di sana ia berteriak, " Assalamulaikum, ya Raullullah!".
Nabi tidak menjawap. Fathimah yang keluar.
Alaikas-salam. Kalau ada perlu lain kali saja. Rasulullah sedang panas badannya.
Bilal
tidak faham akan jawapan Fathimah ini. Ia kembali ke masjid, menunggu
kedatangan Nabi samapi subuh mulai kuning. Waktu hampir terlambat. Maka
Bilal kembali ke rumah Rasulullah.
"Assalamu alaika, ya Rasulullah, " teriaknya. "Para makmum sudah menunggu. Telah kuning waktu subuh.
Nabi
agak sedar. Dengan tersendat-sendat Nabi membalas salam Bilal, lantas
berkata, " Ya bilal, aku tahu fajar telah mulai tiba. Beritahu Abu Bakar
supaya menjadi imam dalam sembahyang subuh pagi hari ini. Aku sedang
parah, tidak mampu bangun."
Bilal
menangis mendengar jawapan ini. Suara tersendat-sendat itu adalah
petanda sakit yang parah. Dengan langkah longlai tetapi terburu-buru ia
bergegas ke masjid. Di sampaikannya pesan jujungannya kepada Abu Bakar.
Maka Abu Bakar pun meju kedepan.
Begitu
melihat mihrab yang kosong, Abu Bakar tergugup menangis. Mihrab itu
biasanya tempat nabi berdiri dengan gagahnya menjadi imam. Di situ
biasanya Rasulullah mengdengungkan ayat-ayat Al-Quran dengan suaranya
yang nyaring dan fasih. Peribadinya yang agung, bangun tubuhnya yang
berwibawa, terbayang semua pada saat itu. Kini mihrab itu kosong. Abu
Bakar menangis kembabali, dan seluruh sahabat juga menangis sehingga
suasana subuh hari itu dalam keadaan murung dan kehilangan.
Semakin
siang, para sahabat berkumpul-kumpul menanti berita dari rumah
Rasulullah. Akhirnya seorang sahabat berseru memanggil Ali dan Fadlal
bin Abas. Yang lain-lain terteguh dan cemas. Jangan-jangan...
Ali
Fadlal cepat-cepat ke rumah Nabi. Dengan langkah terseret-seret Nabi
keluar, dipapah oleh kedua sahabat itu. Tiba di masjid Nabi
bersembahyang sunat dua rakaat pendek saja solatnya kali ini. Sesudah
itu nabi menaiki mimbar. Kakinya berat sekali waktu mendaki tangga.
Badannya lemah. Dan kedua tangannya gementar gementar bertelekan
ketangan-tangan tangga itu. Di atas mimbar khutbah di hadapan
shabat-sahabatnya. Isinya singkat, namun meresap dan menggeletar hati
yang hadir. Air mata bercucuran tidak habis-habis.
"
Wahai, umat Islam. Kita hidup di bawah kekuasan Allah dan kasih
sayang-Nya. Bertaqwalah kepadanya dan taatilah perintah-perintah-Nya".
Inilah
isi khutbah beliu. Lalu nabi turun. Hampir di bawah nabi nyaris jatuh.
Untunglah Ali dan Fadlal dengan cepat menangkapnya, langsung dipayang
kembali menuju ke rumah. setelah nabi tidak bangun-bangun lagi.
Datanglah
saatnya Malaikat Izrail diperintahkan turun oleh Tuhan. "Masuklah kalau
kau diizinkannya. Kalau tidak baliklah kemari," begitu pesan Allah
kepada malakul-maut. "Berangkatlah dan muncullah dalam rupa yang sopan
dan rapi." Maka sang penyabut nyawa turun sebagai seorang A'rabi,
berpakaian putih-putih, baunya wangi. Tiba di rumah Nabi Ia bersalam.
"Selamat kepadamu, wahai penghuni rumah kenabian."
Nabi
sedang payah. Fathimah yang menjawap." Assalamualaikum, ya Rasulullah
Salam sejahtera untukmu selamanya. Bolehkah saya masuk?".
Nabi membuka matanya mendengar suara itu. Lalu ia betanya, "Anakku sayang, ada tetamu? Siapa yang di pintu, hai Fathimah?.
Puteri
itu menjawap: "Seorang lelaki A'rabi, orangnya bersih dan rapi. Ia
memanggil-manggilmu, dan meminta izin untuk masuk. Saya bilang.
Rasulullah sedang payah, saya minta untuk kembali lain kali.
Tiba-tiba
Nabi memandangi Fathimah dengan tatapan yang menembus jauh. Di dalamnya
nampak sinar kelabu yang pekat dan mengabut Fathimah tergetar hatinya
sehingga menggigil sekujur badannya.
"Izinkan tamu itu masuk, Fathimah. Tahukah kamu siapa dia anakku?.
Fathimah menggeleng. "Tidak," guamamnya.
"Dia adalah penjemput kenikmatan, pemutus nafsu syahwat dan pemisah pertemuan. Dia adalah malakul-maut."
Fathimah menjerit " Ya Rasululluh. Jadi semenjak hari ini aku tidak akan lagi mendengar suaramu dan menandangi wajah jernih".
Nabi
SAW, sebagai seorang ayah yang pengasih ikut larut dalam kesedihan.
Jangan menangis, jantung hatiku. Engkau adalah keluargaku yang mula-mula
akan bersama denganku pada hari kiamat.'
Mendengar
hal ini barulah Fathimah nampak lega. Setelah itu malakul-maut pun
masuk. Nabi bertanya, "Engkau datang dengan tujuan apa?"
Izarail
menjawap. "Saya datang mahu ziarah. Juga mahu mencabut nyawa kalau tuan
izinkan. Tetapi kalau tidak saya akan balik lagi".
Nabi tersenyum dan bertanya, "Engkau sendirian? di mana kau tingalkan Jibrail?"
"Saya tinggal dia di langit dua, berserta malaikat-malaikat lainnya."
"Panggil dia kemari."
Malaikat
Jibrail turun, duduk di sebelah kepala Rasulullah. Nabi memandangi
Jibrail beberapa lamanya. Dengan sayu Nabi berkata " Hai Jibrail.
Mengapa berlambat-lambat? Apa engkau tidak tahu bahawa saat yang
dijanjikan itu sudah hampir tiba?"
"Saya tahu, saya tahu," sahut Jibrail tergagap."
" Beri aku berita bagaimana hakku di hadapan Allah nanti." kata Nabi.
Jibrail
menjawap: "Pintu-pintu langit telah terbuka. Para malaikat berbaris
berlapis-lapis menunggu kehadiran rohmu. Seluruh gerbang surga juga
telah terbuka bagi tempat semayam nyawamu."
Mendengar berita ini Nabi masih suram. Wajahnya tetap gelap dan gelisah.
"Jibrail,
bukan berita itu yang ku inginkan. Beritahu aku betapa keadaan umatku
esok pada hari kiamat?" tanya nabi dengan cemas.
Jibrail
menjawap, "Wahai, Rasulullah. Tuhan berfirman! Aku haramkan surga
dimasuki oleh para nabi sampai engkau, Muhamad. masuk lebih dulu ke
dalamnya. Dan aku haramkan umat para Nabi masuk ke dalam syurga sampai
umatmu, Muhamad, masuk lebih dahulu ke dalamnya.
Barulah
Nabi nampak berseri-seri wajahnya. Beliau merasa aman dan tenteram
kerana ternyata umatnya mendapat hak serta tempat istimewa di hadapan
Allah. Mulutnya mulai memuncut itu menyungging senyum. Dan senyum itu
diberiaknnya juga kepada malakul-maut ketika beliu mempersilakan sang
pencabut nyawa untuk mendekat melaksanakan tugasnya.
Suasana
sedih menggantung berat di ruangan yang sempit itu Angin Kota Madinah
yang menyebarkan hawa dingin tetapi kering dan garan tambah menusuk lagi
hingga ketulang. Matahari sejengkal demi sejengkal makin tinggi,
sementara dengan segala perang perasaannya malakul-maut mulai mencabut
nyawa Nabi dari arah kepala.
Nabimeregang-regang
tatkala nya beliu sampai ke pusat. Jidat dan sekujur mukanya bersimbah
peluh. Urat-urat di wajahnya menegang dari detik ke detik. Sambil
bibirnya tergigit Nabi berpaling ke arah JIbrail beliu menjerit, " Ya,
Jibrail, betapa sakit nian. Ohh, alangkah dahsyatnya derita
sakaratulmaut ini."
Jibrail cepat memaling muka. Hatinya bergolak melihat peristiwa itu.
"Ya, Jibrail, mengapa engku berpaling? apa engkau benci melihat mukaku. Jibrail?" tanya Nabi dengan cemas.
"Tidak, Ya Rasulullah," sahut petugas pembawa wahyu itu.
Dipegangnya
tangan Nabi sambil berkata, "Siapakah yang tega hatinya menyaksikan
kekasih Allah dalam keadaannya semacam ini? Siapakah yang sampai hati
melihat engkau dalam kesakitan?
Agaknya
rasa sakit itu kian memuncak. Sekujur badan Nabi menggigil. Wajahnya
makin memmutih. Dan Urat-uratnya tambah menegang. Dalam penanggungannya
yang sangat. Nabi berteriak, "Tuhanku, langkah sakitnya, wahai Tuhanku.
Timpakanlah kesakitan maut ini hanya kepadaku dan jangan kepada umatku."
Jibrail
tersentak. air matanya serentak menitis. Begitu agungnya peribadi sang
Terpilih. Dalam detik-detik yang paling tenat dan tersiksa, bukan
kepentingan dirinya. Kepentingan umatnya yang didahulukan. Andai kata
Muhamad menuntut agar kesakitan itu dicabut, pasti tuhan akan
mengabulkan permintannya. Namun ia lebih memilih menjadi tumbal agar
derita itu jangan menekan umatnya. Makhluk mana yang memiliki ketinggian
budi semacam Muhamad.
Jibrail
lantas teringat pada waktu malaikat penjaga gunung minta izin kepada
Nabi untuk menghancurkan penduduk Thaif. Akan tetapi bumi, digoncangkan
gempa supaya mereka terbenam semua sebagai balasan bagi untuk tidak
aniaya mereka kepada Nabi. Namun, dengan sabarnya Muhamad menjawap. "Ah
jangan sekeras itu. Siapa tahu kalau bapa-bapa mereka tidak mahu masuh
Islam, anak-anaknya bakal mahu? Dan jika anak-anaknya bakal mahu? Dan
jika anak-anaknya tidak mahu juga, ku harapkan cucu-cucu mereka akan
menerima Islam sebagai agamanya."
Pada
waktu Jibrail menyedari kembali akan keadaan sekelilingnya,
malakul-maut telah merenggut nyawa Nabi sampai ke dada. Nafasnya Nabi
dengan suara menggigil dan pandangan yang redup, menenguk ke arah
sahabat-sahabatnya dan berkata, "Uushiikum bissholaati wa maa malakat
aimaanukum. Aku wasiatkan kepadamu sembahyang dan orang-orang yang
menjadi tanggunganmu. Budakmu pembantumu, peliharalah merek baik-baik."
Kemudian
keadaan pun tambah menggawat. Para sahabat sudah berpeluk-pelukan satu
sama lain, saking tidak kuat menahan kesedihan. Badan Nabi berubah
menjadi dingin. Hampir seluruhnya tidak bergerak-gerak lagi. Matanya
yang berkaca-kaca hanya terbuka sedikit. Mata itu menatap kelangit,
jari-jarinya tertegak dengan kaku.
Pada
saat menjelang akhir nafas beliau, Ali bin Abi Thalib menampak Nabi
menggerakkan bibirnya yang sudah biru dua kali. Cepat-cepat Ali
mendekatkan telinganya ke bibir Nabi. Ia mengdengar Nabi
memanggil-manggil, "Umatku...umatku..."
Dalam
memanggil-manggil inilah Nabi Wafat pada hari Isnin bulan Rabi'ul Awal.
Meledaklah tangis berkabung kesegenap penjuru. Seorang Juru Selamat
telah mangkat cintanya kepada umat dibawanya hingga ke akhir hayat, dan
akan dibawanya sampai ke Padang Mahsyar.
Muhasabah
cinta: Betapa ana selalu lupa akan pengorbanan agung dirimu ya
Rasulullah.. Astagfirullah Al-Azim.. maafkan ana ya Allah.
http://setyaaziz.blogspot.com
Comments
Post a Comment