Yakin & Tawakkal
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma juga bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda – dalam berdoa:
“Ya
Allah, kepadaMulah saya menyerahkan diri, denganMu saya beriman, atasMu
saya bertawakkal, ke hadhiratMu saya bertaubat, denganMu saya berbantah
– menghadapi musuh-musuh agama.”
“Ya
Allah, saya mohon perlindungan dengan kemuliaanMu, tiada Tuhan
melainkan Engkau, kalau sampai Engkau menyesatkan diriku. Engkau Maha
Hidup yang tidak akan mati, sedangkan semua jin dan manusia pasti mati.”
(Muttafaq ‘alaih- Hadis di atas itu menurut lafaz Imam Muslim dan diringkaskan dalam lafaz Imam Bukhari)
Allah Ta’ala berfirman:
“Setelah orang-orang yang beriman itu melihat pasukan serikat – musuh – mereka berkata:
“Inilah
yang dijanjikan oleh Allah dan RasulNya kepada kita dan Allah dan
RasutNya itu berkata benar. Hal yang sedemikian itu tidaklah menambahkan
kepada orang-orang yang beriman tadi melainkan kelmanan dan penyerahan
bulat-bulat.” (al-Ahzab: 22)
Keterangan:
Banyak sekali orang yang salah mengerti dalam melaksanakan ketawakkalan kepada Allah Ta’ala itu. Ada yang berpendapat, tawakkal ialah menyerah bulat-bulat kepada Tuhan tanpa berbuat daya-upaya dan usaha untuk mencari mana-mana yang baik dan menyebabkan kebahagiaan. Ringkasnya enggan berikhtiar atau menyingsingkan lengan baju.
Anehnya ia meminta yang enak-enak belaka.
Orang semacam di atas itu rupanya berpendapat, bahwa tidak perlu ia
belajar, jika Tuhan menghendaki ia menjadi orang pandai, tentu pandai
juga nantinya. Juga tidak perlu bekerja, jika Tuhan menghendaki ia
menjadi kaya, tentu kaya juga nantinya. Atau ketika sakit, tidak perlu
ia berobat, jika Tuhan menghendaki sembuh tentu sihat kembali pula.
Semuanya itu samalah halnya dengan orang yang sedang lapar, sekalipun
macam-macam makanan di hadapan mukanya, tetapi ia berpendapat, jika
Tuhan menghendaki kenyang, tanpa makanpun akan menjadi kenyang juga.
Cara berfikir semacam di atas itu, apabila diterus-teruskan, pasti akan
membuat kesengsaraan diri sendiri, bahkan merusak akalnya sendiri.
Adapun maksud tawakkal yang diperintahkan
oleh agama itu ialah menyerahkan diri kepada Allah sesudah
berdaya-upaya dan berusaha serta bekerja sebagaimana mestinya. Misalnya
meletakkan sepeda di muka rumah, setelah dikunci baik-baik, lalu
bertawakkal. Artinya apabila setelah dikunci itu masih juga hilang
umpama dicuri orang, maka dalam pandangan agama orang itu sudah tidak
bersalah, sebab telah melakukan ikhtiar supaya jangan sampai hilang. Hal
yang semacam itu pernah terjadi di zaman Rasulullah s.a.w., yaitu ada
seorang sahabatnya yang meninggalkan untanya tanpa diikatkan pada
sesuatu, seperti pohon, tonggak dan lain-lain, lalu ditinggalkan.
Beliau s.a.w. bertanya: “Mengapa tidak
kamu ikatkan?” Ia menjawab: “Saya sudah bertawakkal kepada Allah.”
Rasulullah s.a.w. tidak dapat menyetujui cara berfikir orang itu, lalu
bersabda: “Ikatlah dulu, lalu bertawakkallah”
Ringkasnya tawakkal tanpa usaha lebih dulu adalah salah dan keliru menurut pandangan Islam.
Jikalau kita sudah dapat meletakkan arti
tawakkal pada garis yang sebenarnya, maka sangat sekali dipuji dan pasti
kita tidak akan kekurangan rezeki, sebab Allah Ta’ala akan menjamin
bahwa kita akan diberi bagian rezeki kita masing-masing sebagairnana
halnya burung yang pergi pagi-pagi dalam keadaan kosong perut, sedang
pada sore harinya telah menjadi kenyang.
Selain itu Allah berfirman bahwa
sifat-sifat kaum mu’minin itu di antaranya ialah selalu bertawakkal
kepada Allah Ta’ala dengan pengertian tawakkal yang tidak
disalah-rnengertikan.
FirmanNya:
“Hanyasanya
orang-orang yang beriman itu apabila nama Allah disebutkan, menjadi
gentarlah hati mereka dan apabila ayat-ayat Allah dibacakan, maka
bertambahlah keimanan mereka dan hanya kepada Allah jualah mereka
bertawakkal.” (al-Anfal: 2)
Yang perlu kita perhatikan, sehubungan dengan persoalan ini ialah:
Dalam mengejar cita-cita, supaya dapat
berhasil kecuali amat diperlukan adanya sifat kesabaran, juga wajib
disertai sifat tawakkal ini. Karena yang menentukan berhasil atau tidaknya sesuatu maksud itu hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri. Lebih besar yang dicita-citakan, wajib lebih besar pula sabar dan tawakkalnya,
misalnya ingin menjadi seorang yang alim, ingin memajukan agama, ingin
mendirikan sesuatu negara yang benar-benar diridhai oleh Allah Ta’ala,
ingin melaksanakan hukum-hukum dan syariat Islam dalam negara dan
lain-lain sebagainya. Setelah bersabar dan bertawakkal wajib pula
disertai doa, memohon
kepada Allah semoga yang dicita-citakan itu berhasil, jangan bosan-bosan
berdoa dan yakinlah bahwa Allah akan mengabulkan. Insya Allah.
Allah Ta’ala berfirman :
“Para
manusia berkata kepada orang-orang yang beriman itu: “Sesungguhnya
orang-orang telah berkumpul untuk melawan engkau semua, oleh karena itu
takutlah kepada mereka.” Tetapi hal itu makin menambah keimanan mereka.
Mereka menjawab: Allah cukup menjadi pelindung kita dan sebaik-baiknya
yang dijadikan tempat bertawakkal.
Kemudian
mereka kembali dengan mendapatkan kenikmatan dan keutamaan dari Allah,
mereka tidak terkena sesuatu halanganpun dan mereka mengikuti keridhaan
Allah dan Allah itu memiliki keutamaan yang agung.”
(ali-lmran: 173-174)
http://nowwhytwo.wordpress.com
Comments
Post a Comment