Pandangan Islam Terhadap Penyakit Dengki
Dengki merupakan salah satu penyakit hati yang harus dihindari.
Karena dengki merujuk kepada kebencian dan kemarahan yang timbul akibat
perasaan cemburu atau iri hati yang sangat besar. Dengki amat dekat dan
berhubungan dengan unsur jahat, benci, fitnah dan perasaan dendam yang
terpendam.
Dengki (hasad), kata Imam Al-Ghazali, adalah membenci kenikmatan yang
diberikan Allah kepada orang lain dan ingin agar orang tersebut
kehilangan kenikmatan itu. Dengki dapat merayapi hati orang yang sakit,
karena orang dengki itu merasa lebih hebat, tidak ingin kalah, ingin
dianggap ataupun membesar-besarkan diri. Tidak mungkin seseorang merasa
iri kepada orang yang dianggapnya lebih “kecil” atau lebih lemah.
Sebuah pepatah Arab mengatakan, “Kullu dzi ni’matin mahsuudun.” (Setiap yang mendapat kenikmatan pasti didengki).
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, saling menfitnah (untuk suatu persaingan yang tidak sehat), saling membenci, saling memusuhi dan jangan pula saling menelikung transaksi orang lain. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslimnya yang lain, ia tidak menzaliminya, tidak mempermalukannya, tidak mendustakannya dan tidak pula melecehkannya. Takwa tempatnya adalah di sini, seraya Nabi shallallahu alaihi wassalam menunjuk ke dadanya tiga kali. Telah pantas seseorang disebut melakukan kejahatan, karena ia melecehkan saudara muslimnya. Setiap muslim atas sesama muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannya. ” (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra)
Allah subhanuhu wata’ala berfirman: Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki. (AI Falaq : 1, 2 dan 5).
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Ada tiga hal yang menjadi akar semua dosa. Jagalah dirimu dan waspadalah terhadap ketiganya. Waspadalah terhadap kesombongan, sebab kesombongan telah menjadikan iblis menplak bersujud kepada Adam. Waspadalah terhadap kerakusan, sebab kerakusan telah menyebabkan Adam memakan buah dari pohon terlarang. Dan jagalah dirimu dari dengki, sebab dengki telah menyebabkan salah seorang anak Adam membunuh saudaranya.” (HR Ibnu Asakir).
Perhatikan juga sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam yang lainnya, Rasulullah shallallahu alaihi wassalam Bersabda: “Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (Abu Daud).
Hadits itu menegaskan kepada kita bahwa dengki itu merugikan. Yang
dirugikan bukanlah orang yang didengki, melainkan si pendengki itu
sendiri. Di antara makna memakan kebaikan, seperti yang disebutkan dalam
hadits di atas, dijelaskan dalam kitab ‘Aunul Ma’bud, “Memusnahkan dan
menghilangkan (nilai) ketaatan pendengki sebagaimana api membakar kayu
bakar. Sebab kedengkian akan mengantarkan pengidapnya menggunjing orang
yang didengki dan perbuatan buruk lainnya. Maka berpindahlah kebaikan si
pendengki itu pada kehormatan orang yang didengki. Maka bertambahlah
pada orang yang didengki kenikmatan demi kenikmatan sedangkan si
pendengki bertambah kerugian demi kerugian.
Hilangnya pahala itu hanyalah salah satu bentuk kerugian pendengki.
Masih banyak kebaikan-kebaikan atau peluang-peluang kebaikan yang akan
hilang dari pendengki, antara lain :
Orang yang dengki perilakunya sering tidak terkendali. cenderung terjebak dalam tindakan merusak nama baik, mendiskreditkan, dan menghinakan orang yang didengkinya. Dengan cara itu ia membayangkan akan merusak citra, kredibilitas, dan daya tarik orang yang didengkinya. Dan sebaliknya, mengangkat citra, nama baik dan kredibilitas pihaknya. Namun kehendak Allah tidaklah demikian. Perhatikan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Berikut ini: Dari Jabir dan Abu Ayyub Al-Anshari, mereka mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda, “Tidak ada seorang pun yang menghinakan seorang muslim di satu tempat yang padanya ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan menghinakan orang (yang menghina) itu di tempat yang ia inginkan pertolongan-Nya. Dan tidak seorang pun yang membela seorang muslim di tempat yang padanya ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan membela orang (yang membela) itu di tempat yang ia menginginkan pembelaan-Nya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ath-Thabrani)
Ketika seorang pendengki melampiaskan kebencian dan kedengkian dengan melakukan hasutan kepada pihak lain, jangan beranggapan bahwa semua orang akan terpengaruh olehnya. Yang terpengaruh hanyalah orang-orang yang tidak membuka mata terhadap realitas, tidak dapat berpikir objektif. Akan tetapi banyak juga yang akan mencoba mencari informasi pembanding dan berusaha berpikir objektif. Sesungguhnya kedengkian merupakan penyakit yang dapat mencukur habis atau mencukur gundul agama. Perhatikan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam berikut ini: “Menjalar kepada kalian penyakit umat-umat (terdahulu): kedengkian dan kebencian. Itulah penyakit yang akan mencukur gundul. Aku tidak mengatakan bahwa penyakit itu mencukur rambut, melainkan mencukur agama.” (At-Tirmidzi)
Perilaku dan sikap pendengki mirip perilaku orang-orang munafik. Di
antara perilaku orang munafik adalah selalu mencerca dan mencaci apa
yang dilakukan orang lain terutama yang didengkinya. Jangankan yang
tampak buruk, yang nyata-nyata baik pun akan dikecam dan dianggap
buruk. Orang yang dengki itu hanya melihat dirinya, dan akan mencari
keambing hitam atas kegagalan atau kekecewaan atas hal yang sudah
ditetapkan Allah. Penyakit dengki tidak ada urusan apakah seseorang
tersebut fasih berbahasa arab atau pandai mengutip hadist atau bangga
dengan gelar dan titel, ini tanda orang yang belum sampai kepada ilmu,
ada yang lebih besar dari Allah di dalam dirinya, dengki.
Allah subhanuhu wata’ala. menggambarkan perilaku itu sebagai
perilaku orang munafik. Abi Mas’ud Al-Anshari mengatakan, saat turun
ayat tentang infak para sahabat mulai memberikan infak. Ketika ada orang
muslim yang memberi infaq dalam jumlah besar, orang-orang munafik
mengatakan bahwa dia riya. Dan ketika ada orang muslim yang berinfak
dalam jumlah kecil, mereka mengatakan bahwa Allah tidak butuh dengan
infak yang kecil itu. Maka turunlah ayat 79 At-Taubah. (Bukhari dan
Muslim).
Perhatikan firman Allah subhanuhu wata’ala berikut ini: ”Orang-orang munafik itu yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.” (QS. At Taubah [9] : 79)
Orang yang membiarkan dirinya dikuasai oleh iri hati dan dengki akan
menanggung beban berat yang tidak seharusnya. Karena setiap kali ia
melihat orang yang didengkinya dengan semua kesuksesannya, hati dan
persaannya menderita dan hatinya semakin penuh dengan dengki, marah,
benci, curiga, kesal, kecewa, resah, dan perasaan-perasaan negatif
lainnya. Sungguh sangat tidak enak menjalani kehidupan seperti itu.
Seperti layaknya penyakit, ketika dipelihara akan mendatangkan penyakit
lainnya, seperti penyakit hati yang bernama iri hati dan dengki. Bila
tidak segera dihilangkan akan mengundang penyakit-penyakit lainnya.
Sebagaimana tertulis dalam firman Allah subhanuhu wata’ala berikut ini: “
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan
bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta .” (QS.Al-Baqarah [2]: 10).
Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapakah kalian mengambil agama kalian” (Shahih Muslim, Muqaddimah kitab Shahih).
Dari penjelasan di atas kita dapatkan petunjuk dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam serta para shahabat dan tabi’in (serta ulama lain setelah mereka) agar kita mengambil ilmu dari orang yang alim, ’adil (terpercaya dalam agamanya) dan istiqamah, serta melarang mengambil ilmu dari orang-orang jahil dan fasiq. Al-Imam Malik bin Anas menambahkan : ”Ilmu tidaklah diambil dari empat orang : ”(1) Orang yang bodoh yang menampakkan kebodohannya meskipun ia banyak meriwayatkan dari manusia, (2) Pendusta yang ia berdusta saat berbicara kepada manusia, meskipun ia tidak dituduh berdusta atas nama Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam (dalam hadits), (3) Orang yang menurutkan hawa nafsunya dan mendakwahkannya; dan (4) Orang yang mempunyai keutamaan dan ahli ibadah, namun ia tidak tahu apa yang dikatakannya (yaitu tidak faqih)” [Al-Kifaayah 1/77-78]
Semoga Allah menambahkankan petunjuk jalan yang lurus kepada kita
semua dan dikumpulkan selalu bersama para salihin, arifin, shidiqqin
dan yang terkasih Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, amin. (Sumber: SA/Dinarfirst)
http://dinarfirst.org/pandangan-islam-terhadap-penyakit-dengki/
Comments
Post a Comment