Makna Hadith “Setiap Anak Tergadaikan pada Aqiqahnya”
Dalam hadits shahih disebutkan bahawa
“setiap anak tergadaikan pada aqiqahnya.” Bagaimana maksud hadits ini?
Apakah jika anak kita sampai sekarang belum diaqiqahi ia seperti orang
yang belum merdeka kerana tergadai? Mohon penjelasannya.
Hadits shahih yang dimaksud adalah hadits ini:
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadaikan pada
aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh kelahirannya,
dicukur rambutnya dan diberi nama” (HR. Ibnu Majah; shahih)
Untuk dapat memahami makna hadits tersebut secara tepat, mari kita lihat penjelasan para ulama.
Imam Ahmad menjelaskan, hadits ini
berkaitan dengan syafaat. “Ini terkait dengan masalah syafa’at,” kata
beliau seperti dikutip Al Khathabi. “Maksudnya, apabila orangtua tidak
melaksanakan aqiqah anaknya, kemudian si anak meninggal dunia waktu
kecil, ia tidak dapat memberikan syafaat kepada kedua orangtuanya.”
Atha’ Al Khurasani berpendapat serupa.
Ketika Yahya bin Hamzah bertanya tentang maksud “setiap anak tergadaikan
pada aqiqahnya” beliau menjawab: “Orang tua tidak mendapatkan syafaat
dari anaknya”
Mulla Ali Al Qari memiliki pendapat
berbeza. Menurutnya “setiap anak tergadaikan pada aqiqahnya” berkaitan
dengan keselamatan anak itu sendiri. “Keselamatan anak tersebut dari
bencana tergantung pada aqiqahnya,” kata beliau. Namun, beliau juga
mengamini pendapat bahwa hadits ini terkait dengan syafaat. Jika orang
tua tidak mengaqiqahi anaknya dan anak itu meninggal di waktu kecil,
maka anak tersebut tidak dapat memberikan syafaat kepada kedua
orangtuanya.
Dalam kitab Syarhus Sunnah disimpulkan,
“Para ulama banyak membahas persoalan ini. Penjelasan terbaik adalah
pendapat Imam Ahmad bin Hanbal bahawa jika seorang anak meninggal dunia
dan belum pernah diaqiqahi, si anak tersebut tidak dapat memberikan
syafaat kepada kedua orang tuanya.”
Ath Thayyibi menambahkan, “Dapat
dipastikan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal tidak berpendapat demikian
kecuali setelah mendapatkannya dari para sahabat dan tabi’in.”
Jadi, bukan anaknya yang belum merdeka,
tetapi karena aqiqah adalah kewajiban orang tua, maka orang tua tidak
mendapatkan kemanfaatan yang sempurna (berupa syafaat jika anak itu
meninggal di waktu kecil) kecuali ia menebusnya dengan aqiqah. Menurut
jumhur ulama hukum aqiqah ini adalah sunnah muakkadah (sunnah yang
sangat direkomendasikan). Menurut pendapat ulama zhahiriyah, aqiqah
hukumnya wajib dilaksanakan oleh orangtua si bayi. Sedangkan pendapat
ketiga yang dipelopori oleh Al Laits bin Sa’d adalah aqiqah wajib pada
hari ketujuh, dan kewajiban itu gugur jika hari ketujuh berlalu.
Sehingga orangtua yang tidak dapat mengaqiqahi anaknya pada hari ketujuh
(karena tidak mampu), maka ia tidak wajib mengaqiqahi di hari atau
bulan atau tahun-tahun berikutnya meskipun ia menjadi kaya pada saat
itu. Wallahu a’lam bish shawab. [Keluargacinta.com]
Comments
Post a Comment