Cara Nyata Mempercepat Pertolongan Dari Allah

Wawancara dengan: Dr. H. M. Bhakti Kasry (President Director Pandu Logistic)   

Penampilannya bersahaja. Ketawadhuan nampak sekali pada diri pria yang telah sangat sukses menjalankan usahanya ini.   Sekitar 2000 karyawannya di seluruh Indonesia, dibimbingnya untuk senantiasa menjalankan perintah Alloh subhanahu wata'ala. Berbagai program telah dijalankannya untuk para karyawan, agar lebih dekat dengan Alloh.


Diantara program itu adalah dengan mewajibkan shalat shubuh berjamaah di masjid bagi karyawan dan menggunakan busana muslimah bagi para karyawati di perusahaannya. Alasannya sederhana, karena ketaqwaan itu menurutnya akan mendatangkan keberkahan. Berikut kisahnya. Semoga bisa dicontoh oleh para pengusaha muslim di seluruh Indonesia.  

Saya dilahirkan dari keluarga yang kurang mampu. Gaji ayah sebagai karyawan sebuah perkebunan di Medan, boleh dibilang sangatlah kurang untuk membiayai kesepuluh orang anaknya. Saya masih ingat, ketika ibu menyuruh anak-anaknya sarapan yang banyak, supaya kami tidak banyak jajan di siang harinya. Ayah juga begitu, ia harus sarapan lebih banyak daripada kami, agar fisiknya kuat dalam menjalankan tugas di perkebunan. Hidup kami sangat prihatin, saat itu.   

Keseriusan ayah dalam mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, sungguh luar biasa. Sejak kecil kami diajarkan untuk biasa menolong orang yang mengalami kesulitan, walaupun hidup kami sendiri susah. Memang, untuk pendidikan agama secara formal, boleh dikatakan sangatlah kurang saya dapatkan.   Mengaji Al-Qur'an di kampung, pernah saya jalani selama beberapa waktu. Dari mengaji itupun, saya belum bisa membaca Al-Qur'an dengan baik. Masih terbata-bata.   

Walau ayah tidak banyak mengajarkan pendidikan agama secara langsung kepada kami, karena kesibukannya. Namun, banyak pengalaman sehari-hari serta nasehat yang bisa kami jadikan pegangan dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.   

Ia adalah sosok ayah yang sangat bertanggung jawab di mata kami. Semoga Alloh, menerima semua amal shalihnya selama membimbing kami sekeluarga. 

Selepas SMA, saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Jakarta. Hidup di kampung, saya rasakan kurang mendapat tantangan. Akses informasi juga sangat terbatas. Beribu harapan saya labuhkan, saat berangkat meninggalkan kampung halaman.   

Seluruh pesan dari ayah masih terngiang dalam benak saya. "Hidup ini harus dilalui dengan kerja keras disertai kejujuran. Tidak ada orang yang berhasil, sebelum mereka mengejar cita-citanya dengan gigih dan terus berdoa," pesan ayah.   

Nasehat serta doa dari orangtualah yang membuat saya terus termotivasi dalam menjalani hidup yang fana ini.   Tak lupa pula, mereka memberikan saya bekal sangu dari hasil menjual tanah di kampung. Dengan penuh rasa optimis saya berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah di sebuah institut keuangan.  

Hidup di Jakarta tidaklah seindah bayangan semua orang. Kita harus bisa bersaing dengan siapapun secara ketat.   

Tinggal dengan kakak, tidaklah berarti bisa hidup bersantai-santai. Saya bekerja di sebuah percetakan pada siang hari. Malam harinya, saya kuliah.   Kehidupan terus berputar. Saya mencoba belajar hidup lebih mandiri, dengan tinggal di sebuah rumah kost.   

Dari situlah, saya banyak mengambil hikmah bahwa hidup dengan orangtua sangatlah indah. Sangat disayangkan, kalau ada seorang anak yang durhaka kepada orangtuanya. Tak jarang, saya teringat saat-saat indah hidup bersama keluarga.   

Di Jakarta, segalanya harus saya kerjakan sendiri. Sedih. Tapi itulah hidup. Terkadang, uang kuliah harus saya bayar dengan mencicil. Saya sangat senang kalau ada teman yang mengundang makan. Selain karena uang jajan sedikit irit, sekalian bisa makan lebih enak dari biasanya.   Beberapa kali saya sempat pindah kerja. Selama lima tahun saya pernah bekerja di sebuah perusahaan otomotif. Setelah itu selama 11 tahun, saya bekerja di sebuah perusahaan cargo ternama di Indonesia.   Sejak itulah kehidupan saya semakin mapan. Hingga saya bisa melanjutkan kuliah S3, dan mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa di bidang transforter- cargo.  

MEMULAI MEMBUKA USAHA SENDIRI 

Setelah 11 tahun bekerja di perusahaan cargo tersebut, saya merasa seperti sapi perahan yang tenaganya diperas oleh orang asing. Karena persaingan yang sangat ketat dan kurang sehat, saya merasa jenuh bercampur capek. Saya merasa seperti kuda pacu. Seperti pasukan tempur yang harus terus berjuang. Lama-lama, saya merasakan bahwa itu hanyalah untuk kepentingan orang asing.   Uang keuntungan yang kita usahkan dengan kerja keras itu, mereka bawa ke negara asal.   

Atas dasar itulah, saya memutuskan untuk berhenti bekerja dengan mengajak serta tiga orang teman saya sekantor, untuk membukan usaha baru di bidang yang sama.   

Dengan modal pinjaman dari berbagai pihak, menjual mobil pribadi, menjual perhiasan istri, serta menggadaikan rumah kepada bank, akhirnya peursahaan ini bisa jalan juga. Padahal usaha yang saya geluti ini, perlu dana besar. Para kurir perlu kendaraan operasional. Alat-alat penunjang harus segera dilengkapi. Kita juga harus membiayai ongkos pengiriman pelanggan, setelah itu mereka baru membayarnya belakangan.   Kalau kita punya omset 100 juta, maka kita harus punya uang simpanan 300 juta.....untuk persiapan dua bulan berikutnya.   

Saya pontang-panting merintis usaha ini dari awal.   Pada tahun kedua, ketiga teman saya malah mengundurkan diri. Mereka tidak kuat menjalani bisnis ini.   Alhamdulillah istri saya sangat mendukung semua keputusan saya. Sejak awal, saya telah mendiskusikan permasalahan ini dengannya. Saya katakan pada istri di rumah bahwa kita harus hidup prihatin, harus merih terlebih dahulu. Tidak salah, kalau ada ungkapan yang mengatakan bahwa dibalik keberhasilan seseorang ada seorang wanita di belakangnya. Orang itu adalah istri saya tercinta.   

Perjalanan usaha tiga tahun pertama sangat funtastic. Pertumbuhan penjualan sangat luar biasa. Tetapi pertumbuhan yang sangat pesat tersebut, belum dibarengi dengan pertumbuhan keuangan, manajemen, dan jaringan yang memadai. Hasilnya tidak sebanding.   Barang ada, penjualan meningkat, tetapi manajemennya masih alakadarnya. Saya terus melengkapi itu semua, secara bertahap dengan metode learning by doing.   

Pada saat itu saya belum tersadar, bahwa semua kemudahan itu datangnya dari Alloh subhanahu wata'ala. 

Pemahaman agama saya juga masih sangat lemah. Sholat saya juga masih sangen-sangen (sambil tertawa)  (--bolong-bolong/asal..red).   Walaupun begitu, sejak muda saya punya hobi suka membantu orang yang sedang kesulitan-babalen. Saya mulai mengadakan buka puasa bersama bareng karyawan. Uang THR saya bayar cepat, malah ditambah uang ketupat. Beberapa orang karyawan, saya berangkatkan haji. Sedekah kepada anak yatim dan membantu pembangunan masjid, menjadi agenda rutin. Habit atau kebiasaan sedekah itulah yang membuat usaha saya semakin besar.   

MEMPELAJARI ISLAM DAN MENERAPKAN SYARI'ATNYA DI KANTOR

 Memasuki tahun ketiga, saya berkenalan dengan seorang ustadzah. Ia mengajak saya membuka usaha perjalanan umroh dan haji. Awalnya saya tidak tertarik, karena nggak ngerti. Tetapi, karena sebelumnya saya pernah memberangkatkan kedua orangtua, serta membantu saudara dan kakak untuk pergi ke tanah suci. Akhirnya saya tertarik menggeluti usaha tersebut.   

Pernah juga saya memberikan hadiah payung dan tas kepada jamaah haji yang akan menunaikan ibadah suci, supaya ibadah mereka lebih nyaman. Dari semua pengalaman itu, saya kemudian mengembangkan bisnis perjalan umroh dan haji secara serius. Dari situ pula, saya mengawali mempelajari Islam lebih giat. Saya mulai mendengarkan ceramah-ceramah agama.   

Awalnya mengenal ibadah haji saja, lama-lama segala hal. Saya mendapatkan hidayah yang sangat luar biasa. Saya ingat, waktu itu usia telah menembus angka 42 tahun. Saya baru tersadar, bahwa selama ini banyak lalainya. Lambat laun, semua bisnis saya merangkah lebih maju. Sebuah keberkahan yang tiada terkira.   Usaha ini terus saya jalani dengan penuh keseriusan. Saya kemudian banyak berkenalan dengan para ustadz yang mengisi kajian di kantor. Mereka banyak mewarnai pemikiran dan jalan hidup saya. Boleh dikatakan, para ustadz yang saya kenal adalah ustadz-ustadz ternama di Indonesia. Seiring dengan pemahaman yang saya dapatkan tersebut, saya ingin sekali melakukan perubahan.  
Bersama Ustadz Muhammad Arifin Ilham

Memasuki tahun ketujuh dari perjalanan usaha. Saya mewajibkan menggunakan jilbab kepada keluarga di rumah, kemudian kepada para karyawati di kantor. Dulunya para karyawati berpakaian sangat mini. Bahkan boleh dibilang sexy.   Saya mengultimatum mereka, bahwa dalam waktu tiga bulan seluruh karyawan yang muslimah wajib berjilbab. Seragam saya siapkan. Yang langsung mau pakai jilbab, gaji saya naikkan 50.000., bagi yang tidak mau mengenakan jilbab, silahkan mengundurkan diri. Saya kasih pesangon enam bulan gaji.   

Alhamdulillah, mereka ikut aturan yang saya terapkan. 99,9% karyawan disini beragama Islam. Bagi yang laki-laki, saya tegakkan aturan untuk tidak merokok. Yang mau berhenti merokok, saya kasih uang satu juta. Cash.   Di kantor ini no smoking area. Saya katakan pada mereka, "Boleh merokok, asal di depan istri kau di rumah (sambil tersenyum).  

" Waktu itu, ada 20 orang yang langsung berhenti merokok. Berarti 20 juta saya harus keluar uang untuk membayar mereka. Bagi saya itu belum seberapa, jika dibandingkan dengan kemudharatan dari merokok.   Sekarang di Jakarta saja, ada 700 orang lebih karyawan. Di seluruh Indonesia sebanyak 2000 orang. Semua konsep yang ada di Jakarta, saya terapkan juga di seluruh cabang. Tidak dibeda-bedakan.

Ada satu hal lagi, yang juga telah saya bersihkan dari kantor. Yaitu kebiasaan konser dangdut, jika ada acara tahunan bersama karyawan. Celakanya, saya sering di daulat untuk joget terlebih dahulu bersama artis-artis ternama ibukota (sambil tertawa).   Alhamdulillah, kalau ada acara seperti ini lagi, saya memanggil tim nasyid untuk menghibur para karyawan. Biar lebih islami.   

Pada tahun 2002, saya bertemu dengan Ustadz Arifin Ilham. Ia memperkenalkan 7 konsep sunnah Rasul, yaitu tahajud, membaca Al-Qur'an, shalat shubuh berjamaah ke masjid, sedekah, istighfar, shaum sunnah dan menjaga wudhu.   

Setelah mengenal dan mengikuti majlis dzikir Ustadz Arifin Ilham, ibadah saya semakin semangat.   Saya kemudian berusaha mengumpulkan karyawan untuk shalat shubuh berjamaah di masjid dekat rumah saya, setiap hari Ahad. Mereka saya beri uang transport 50.000 per orang, ditambah dapat makan dan tausih (nasehat). Ada juga karyawan yang bandel. Mereka melaksanakan shalat Shubuhnya hari Ahad saja, jika diwajibkan. Saya tidak kehabisan akal, dan merubah strategi untuk mendisiplinkan pelaksanaan shalat Shubuh berjamaah ini.   

Saya mewajibkan kepada karyawan untuk melaksanakan shalat Shubuh setiap hari di rumah masing-masing. Saya memberikan uang transport harian kepada mereka Rp. 7.500,-. Dalam sebulan, mereka mendapatkan tambahan Rp. 250.000,-, jika shalat Shubuh-nya penuh. Walaupun untuk ini saya harus membayar 100 juta per bulan, saya tidak merasa rugi.   

Bagi saya kerugian yang terbesar, jika saya tidak bisa mempertanggungjawab kan kepemimpinan selama di kantor kepada Alloh subhanahu wata'ala. Biarlah rugi dalam hitungan uang, daripada menyesal di kemudian hari.   

Pada perkembangannya, setiap hari Jum'at saya mengadakan tadarusan bersama di kantor. Hari Jum'at kita jadikan hari besar. Saya panggil tukang lontong, tukang bubur ayam, nasi uduk untuk sarapan pagi. Kita kasih uang transport Rp. 50.000,- bagi karyawan yang datang pagi-pagi setelah shalat shubuh.   

Kita berusaha membaca satu juz, satu orang. Siangnya para karyawan mendapatkan makan nasi, sore mendapatkan snack roti. Pokoknya kita ingin memuliakan hari Jum'at. Shalat berjamaah menjadi jadwal wajib setiap hari.   Setelah shalat Ashar ada kultum bergantian oleh para karyawan. Saya terus berupaya mendapatkan keberkahan, dengan mencoba menjalankan semua syari'at yang telah Alloh subhanahu wata'ala perintahkan. Sampai kapanpun ! 

Share

Comments

Popular posts from this blog