Saat - Saat Kehamilan

 

mari saudara saudaraku  kita simak penuturan seorang suami yang mendampingi istrinya dikala hamil............
Istri saya terbaring lemas disamping ketika saya melaksanakan sholat. padangan mata saya mulai tidak jelas dan berkaca-kaca. dengan sekuat tenaga saya pejamkan mata, berharap ada yang bisa ditahan. tapi terlambat. bayangan ibu saya datang silih berganti. mengalir bersama air mata yang menetes dari sudut mata.
Wajah cantik istri saya yang mendadak berubah pucat berkelindan dengan wajah ibu saya yang mulai keriput, beruban dan tua. Saya teringat saat ibu saya berubah biru wajahnya, menahan sakit akibat maag akut yang dideritanya. saya membayangkan saat ibu saya,yang perempuan desa dan tidak mengenal konsultasi dokter spesialis kandungan itu, menghadapi kehamilan ketika mengandung saya.... 

saya mengenang diri saya yang jarang pulang, menyambangi ibu-ayah saya didesa . Dan saat inilah perasaan durhaka itu menyeruak hadir membayangi saya, saya takut. rasanya aktivitas saya dalam dakwah tidak memiliki bobot makna yang berarti tatkala mengenangi ibu. Sungguh, saya kembali merasakan kerinduan yang sangat pada ibu, ketika harus membersamai istri saya yang mengalami morning sickness.

hmmm.. mendengar cerita teman Saya jadi teringat pada perintah Allah ta�ala untuk berbuat baik kepada ibunya. Alasannya jelas, beliau yang telah mengandung dalam keadaan lemah, melahirkan dan menyusui :" Dan perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya ; ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah - tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun." (QS.Luqman ;14) 

selain perasaan itu lanjutnya terus terang saja, saya ikut dibuat panik dengan kehamilan pertama istri saya Istri mengalami tanda tanda kehamilan ketika usia pernikahan kami memasuki semester pertama. skami merasa bersyukur ketika istri melakukan test kehamilan yang hasilnya kami lihat bersama ; positif hamil. Dua garis merah dapat kami lihat dengan jelas pada pagi itu. Alhamdulillah. kami sama-sama bersyukur Lalu, beberapa hari kemudian, istri mengalami morning sickness.

Rasa mual dan muntah yang dirasakannya seakan saya rasakan juga. Aneh, dan saya tidak dapat menemukan akar sebabnya. lanjutnya. luar biasa. rasa itu tidak saja terjadi pada pagi hari, tetapi sepanjang waktu
hmm.. mungkin mengalami hiperemesis gravidarum (frekuensi dan lamanya mual muntah terjadi secara berlebihan) dan ini emang wajar terjadi pada trisemester awal kehamilan.
Ketika ditanya masalah itu jawaban sang istri :" Wonderfull, Mas !" hmmm........

lanjutnya...... saya putuskan untuk tidak i�tikaf, padahal kami sudah merencakan untuk itu. saya harus mendampingi istri, membantu kebutuhan nya dan (yang terpenting) memberi motivasi dan mengawal situasi kejiwaannya.

ya memang disaat seperti itu seorang istri sangat membutuhkan kehadiran suaminya disamping. karena pada saat saat itu sang istri membutuhan sentuhan cinta yang lebih, perhatian yang terakomodasi, dan pendamping yang intens.

sodara-sodaraku..... kenapa harus mendampingi istri ? selain gembira dan bersyukur atas terjadinya kehamilan, terselip juga rasa cemas terutama bagi ibu-ibu yang baru pertama kali hamil. ia harus menghadapi beberapa perubahan dalam dirinya. peran suami adalah membersamai istri untuk siap menghadapi kegelisahan secara psikologis. bukankah suami adalah orang terdekat yang dimiliki sang istri ?

Sejumlah penelitian, konon menjelaskan bahwa kurangnya dukungan dari suami selama kehamilan merupakan faktor yang paling sering menimbulkan post-partum blues atau kesedihan pasca persalinan. Ah, Wallahu a�lam (itu teori yang pernah saya baca)

hmm... jadi teringat kembali pada hadist Rasulullah :" sebaik -baik kamu adalah yang paling baik dalam bergaul dengan istrinya, dan aku adalah yang paling baik diantara kamu dalam bergaul dengan istri." (HR.Tirmidzi)

Mendampingi istri, jika dilakukan secara ikhlas, insya Allah, jauh lebih ringan daripada keadaan istri kita ketika hamil. dimana, setiap istri merasa mual muntah, yang katanya sangat wonderfull itu, ia akan merintih kesakitan. maka untuk para suami, dekatilah istri kalian, usaplah perutnya. mungkin emang tidak banyak membantu untuk mengurangi rasa mual itu, tapi dari sisi psikologis menimbulkan motivasi bagi sang istri tuk tegar dan sabar menjalani masa - masa itu karena sang istri tidak sendiri merasakannya ada kalian suaminya menemani disampingnya. membersamai masa itu. membersamai kehadiran buah hati yang dinanti... bersama sama.... 

ucapkan kalimat kalimat dan kata kata santun tuk meredahkan emosi sang istri ketika sakit mulai terasa. misalnya nih.... hmmmm..... "Sayang, daripada mengaduh lebih baik ucapkan kalimat thayyibbah. mungkin akan lebih baik bagi perkembangan psikologis janin kita ." subhanallah.... dengan sedikit perkataan itu insya Allah sang istri akan merasakan manisnya sebuah proses kehamilan.... menikmati saat saat sakit pada trisemester pertama, menikmati dan merasakan perkembangan janin, mulai dari detak jantung, gerakan gerakan kecil sampai pada tahap komunikasi 2 arah antara janin dan orang tuanya. melalui sentuhan sentuhan dan ucapan ucapan lembut. masa masa kehamilan adalah masa dimana kita bertafakur akan karunia dan kebesaran sang Illahi. juga merupakan masa masa muhasabah mengenang kembali saat saat ibu kita mengandung kita , menahan sakit ketika melahirkan kita.... subhanallah.. disaat saat itu banyak yang bisa kita petik dan rasakan. insya Allah............

jadi teringat sepenggal sajak dari WS Rendra berjudul Sajak seorang Tua untuk istrinya.
Suka dan duka kita bukanlah istimewa...
karena setiap orang mengalaminya.....
ya .. setiap pasangan suami istri pasti mengalaminya.... tinggal sekarang gimana tiap pasangan memaknainya.
ya.. saat saat kehamilan istri adalah masa ketika para suami belajar merasakan hakikat diri sebagai seorang anak dan suami sekaligus.....

untuk para suami.... persiapan diri.... dampingin istri.. jadilah suami SIAGA........ oke.. oke....

bandung, .....................
coretan kecil disudut ruang dari seorang hamba Allah yang baru belajar tuk memberikan yang terbaik dari sedikit goresan pena yang terbuang.....


Persiapan Menjadi Ayah

 

Pernah dengar kisah ini gaaaaaa....???? jika belum saya akan mengisahkan untuk teman teman. Glenn Doman pernah bercerita tentang seorang ibu yang bertanya kepada ahli perkembangan anak. pertanyaannya sederhana, yaitu kapan ia harus mulai mendidik anaknya.
"kira - kira kapan anak ibu akan lahir ? ahli itu bertanya dengan antusias.
"Oh, anak saya telah berusia lima tahun sekarang," jawab ibu itu
"cepatlah pulang, bu !"
"kenapa ?" tanya si ibu dengan penuh keheranan
"ibu telah menyia - nyiakan lima tahun terbaik dari hidup anak ibu."
hmmm.... kisah diatas sedekar potongan peristiwa tentang urgensi pendidik anak sejak dini, bahkan menurut saya sejak bayi, yang tidak boleh diabaikan kedua orang tuanya. Wallahu a alam.
ketika menceritakan semua ini kepada seorang teman yang saat ini sedang menanti kehadiran sang buah hati, dia berkomentar.... tiba tiba perasaan untuk menyiapkan kematangan anak muncul begitu saja ketika dia harus mendampingi istrinya, saat hamil pertama. memang, saat ini usia kehamilan istrinya belum seberapa baru memasuki trisemester pertama, kurang lebih baru enam minggu. masa ini merupakan masa organogenesis atau pembentukan organ bayi.

Keinginan untuk menyiapkan kematangan bayi, sekaligus mengawal perkembangan organnya, muncul tatkala istri mengalami hiperemesis gravidarum (mual muntah terjadi secara berlebihan). Istri selalu mengeluh merasakan mual muntah. tidak sekedar itu, ia juga menjadi malas untuk makan. Dalam situasi seperti itu, saya jadi berpikir, istri harus didampingi. harus ada suport motivasi dan dukungan psikologis. Mungkin ini pekerjaan semua lelaki pada awal-awal kehamilan istrinya; menjadi suami untuk istrinya dan belajar sebagai ayah untuk (calon) bayinya.

emesis gravidarum atau mual muntah yang secara natural dialami istri saat hamil, seakan menjadi wasilah (sarana) pembelajaran bagi para suami. ia menyebabkan terjadinya dua keadaan sekaligus, yaitu kegelisahan psikologis dan kelemahan fisik. kegelisahan psikologis sering muncul dalam kalimat kalimat negatif, seperti keluhan, marah, atau letupan letupan emosional. sementara itu, kelemahan fisik muncul akibat berkurangnya nafsu makan istri. akibat lebih jauh, sebenarnya adalah terbatasnya asupan gizi bagi janin. kondisi seperti ini jelas akan berakibat bagi perkembangan janin. Wallahu a alam.

saat seperti inilah, para suami merasakan kemuliaan islam untuk menjaga kehidupan anak. kesadaran inilah yang akhirnya para suami temukan sepanjang menyaksikan perkembangan istri. Subhanallah, dalam banyak tempat islam menegaskan persoalan ini.

"Sesungguhnya rugilah orang - orang yang membunuh anak - anak mereka karena kebodohan tanpa pengetahuan....... (QS. Al-An am ; 140). atau seperti diperingatkan Allah ta ala dalam firman-Nya :" Hendaklah takut kepada Allah, orang - orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak - anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar." (QS An-Nisa;9)
begitu jelas Alquran men-tarbiyah kita agar tidak meninggalkan dzurriyyatan dhi aafan (generasi yang lemah). Sebuah kesadaran tentang pendidikan anak sejak dini yang luar biasa. artinya, secara psikologis dan fisiologis penyiapan perkembangan janin harus mendapat perhatian.

Melalui istri, para suami sedang ditarbiyah untuk menjadi suami yang lebih dekat dengannya, sekaligus sebagai ayah yang memperhatikan perkembangan janin. ketika Al-quran mengatakan agar orang tua bertakwa (falyattaqullaha), itu artinya calon orang tua harus menyiapkan kematangan spiritualitas secara prima. sementara itu, ketika Al-quran menganjurkan para orang tua untuk mengucapkan perkataan yang benar (qaulan sadida), para suami tersadar untuk menasehati istri agar tidak banyak mengeluh dan mengganti keluhan - keluhan itu dengan kalimat - kalimat thayyibah. tentunya, nasehat itu juga ditujukan untuk para suami. dalam hal inilah, peran pendampingan terhadap istri menemukan titik temunya. Wallahu a lam.

"saya hanya berpikir agar anak kami nantinya tidak menjadi pribadi yang cengeng yang suka mengeluh, karena sejak dalam kandungan, kami orang tuanya mengajarinya untuk itu. saya juga tidak menghendaki anak saya hidup dengan menihilkan ketulusan dan keikhlasan, karena ayahnya juga melakukan hal yang sama ; menjagai ibunya dengan perasaan tertekan dan penuh beban. Saya tidak memimpikan anak saya menjadi reaksioner dan mudah marah, karena kami ajari dia sejak dalam rahim perkataan -perkataan emosional dan sarat kemungkaran." demikian ungkap teman saya.... hmmmm....

sungguh, para suami sedang diajari dan dipersiapkan untuk menjadi AYAH. sebutan yang sekaligus mengandung sejumlah makna ; cinta dan tanggung jawab, kasih sayang dan pengorbanan, perhatian dan ketulusan, yang selama ini hanya para suami lontarkan melalui lisan kepada istri, kini para suami harus belajar untuk membuktikannya.... (hayo.. hayo.. para suami buktikannnnn.... )

pada saat seperti inilah, para suami mengharapkan intervensi dari kekuasaan Allah ta�ala yang tiada terbatas dan bersekat. sebagaimana Nabi Ibrahim as berdoa :" ya Rabb, aku memohon agar keturunanku senantiasa mendirikan shalat, agar mereka dicintai dan agar mereka diberi rezeki yang halal, mudah mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim ; 37) . Allahumma amiin.

http://ainulmardhiyah.abatasa.com

Comments

Popular posts from this blog