DUNIA ADALAH KEHIDUPAN SEMENTARA


Oleh Abu Abdillah Syahrul Fatwa as-Salim

Dunia ibaratnya adalah tempat bersinggah bagi orang yang sedang mengembara. Bagi si pengembara harus mempersiapkan bekal sebelum menempuh perjalanan kembali menuju kampung asalnya. Namun, tempat singgah yang sementara ini banyak menghidangkan segala macam kesenangan, hiburan dan segala bentuk kenikmatan yang manis dipandang oleh setiap orang. Jadilah banyak orang yang tertipu dengannya. Bahkan tidak sedikit yang lalai akan tempat kembali. Tulisan berikut ini berupaya untuk mengungkap hakekat dunia sebenarnya. Dan penjelasan yang benar bagaimana dalam menyikapi kehidupan dunia. Allohul Muwaffiq.

Hakekat Kehidupan Dunia
Bila kita cermati kondisi manusia dewasa ini dari sisi kehidupan mereka, kita akan mendapati bahwa mayoritas manusia sangat tergantung dengan dunia. Oreantasi mereka hanya tertuju bagaimana bisa berbahagia di dunia. Lupa bahkan tidak ambil pusing dengan urusan akherat. Yang penting hidup senang, bahagia, harta melimpah tanpa berfikir kemana mereka nanti akan kembali. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan keterangan al-Qur’an dan sunnah yang menggambarkan bahwa dunia adalah kehidupan sementara, hina dan hanya kesenangan yang menipu. Untuk memahami bagaimanakah hakekat kehidupan dunia ini, mari kita resapi bersama sebagian dalil-dalil dari al-Qur’an dan hadits yang berbicara tentang masalah kehidupan dunia.
Pertama; Alloh berfirman:

Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak, hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir. (QS.Yunus: 24).
Kedua: Alloh juga berfirman:

Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, Maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Robbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS.al-Kahfi: 45-46).
Ketiga: Alloh berfirman;

Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS.Ali Imron: 185).

Dan ayat-ayat semisal ini yang mencela dunia sangat banyak. Bahkan al-Qur’an lebih sering mencela kehidupan dunia, mengajak manusia agar berpaling dari dunia dan kembali kepada kampung akherat. Perkara inilah yang menjadi pokok tujuan diutusnya para nabi. Maka tidak perlu banyak-banyak berdalil dengan ayat al-Qur’an tentang hinanya dunia karena perkara itu telah jelas. (Ihya Ulumuddin 3/2000).

Adapun dalil-dalil dari hadits nabi diantaranya;
Jabir bin Abdillah berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ بِالسُّوقِ دَاخِلاً مِنْ بَعْضِ الْعَالِيَةِ وَالنَّاسُ كَنَفَتَهُ فَمَرَّ بِجَدْىٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ فَتَنَاوَلَهُ فَأَخَذَ بِأُذُنِهِ ثُمَّ قَالَ « أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ ». فَقَالُوا مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَىْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ قَالَ « أَتُحِبُّونَ أَنَّهُ لَكُمْ ». قَالُوا وَاللَّهِ لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيهِ لأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ فَقَالَ « فَوَاللَّهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ
Rasulullah pernah melewati sebuah pasar dan para sahabat berada di sekelilingnya. Beliau mendapati bangkai seekor kambing yang kecil telinganya, lantas beliau angkat batang telinga bangkai kambing tersebut seraya berkata; siapakah diantara kalian yang mau membeli kambing ini dengan satu dirham? Para sahabat menjawab; “kami tidak suka sama sekali, apa yang bisa kami perbuat dari seekor bangkai kambing? Rasulullah menjawab: bagaimana jika kambing itu untuk kalian, para sahabat menjawab: demi Alloh, apabila kambing itu masih hidup kami tetap tidak mau karena dia telah cacat, bagaimana lagi jika sudah menjadi bangkai!” Rasulullah akhirnya bersabda; demi Alloh, dunia itu lebih hina disisi Alloh daripada seekor bangkai kambing ini bagi kalian. (HR.Muslim: 2957).
Rasulullah juga bersabda:
وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِى الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ فِى الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ
Demi Alloh, tidaklah dunia dibandingkan akherat melainkan seperti salah seorang yang mencelupkan jari tangannya ke lautan, maka hendaklah dia melihat apa yang didapat pada jari tangannya setelah ditarik kembali? (HR.Muslim: 2858).
Imam Ahmad bin Qudamah mengatakan: “Ketahuilah, dunia itu adalah gambaran benda yang ada dihadapan manusia, di dalamnya terdapat bagian untuknya, yaitu bumi dan seisinya, bumi adalah tempat tinggalnya, dan apa yang bisa dia hasilkan dari bumi berupa pakaian, makanan, minuman dan menikah. Semua itu adalah perbekalan dirinya untuk menjalani hidup menuju Alloh. Karena manusia tidak bisa hidup kecuali dengan perkara-perkara diatas. Barangsiapa yang mengambil bagiannya di dunia sesuai aturan yang yang diperintahkan, maka ia terpuji. Akan tetapi barangsiapa yang mengambilnya lebih dari kebutuhannya, maka ia telah meraih kejelekan dan tercela. Demikian pula sangat keliru bila terlalu meremehkan bagiannya di dunia, karena kendaraan itu tidak akan kuat berjalan kecuali dengan memenuhi apa yang dibutuhkannya. Maka cara yang selamat adalah dengan menempuh jalan pertengahan. Yaitu mengambil bagian dunianya sesuai apa yang dia butuhkan berupa perbekalan untuk menempuh perjalanan. Karena memberikan bagian jiwa yang disenangi akan membantu untuk menunaikan haknya”. (Mukhtashor Minhaj al-Qoshidin hal.251-252).

Klasifikasi Manusia Dalam Menyikapi Dunia
Dalam masalah dunia, manusia terbagi menjadi dua golongan :
Pertama: Golongan yang mengingkari keberadaan kampung akherat sebagai negeri balasan setelah dunia. Mereka telah diisyaratkan oleh Alloh dalam firmanNya:

Sesungguhnya orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan di dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan. (QS.Yunus: 7-8).
Keinginan dan tujuan hidup mereka hanyalah bersenang-senang di dunia. Mereka hendak meraih kebahagian dan kesenangan dunia sepuasnya sebelum mati. Tidak percaya adanya hari pembalasan. Mereka adalah orang-orang kafir yang Alloh telah sebutkan dalam firmanNya;

Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka. (QS. QS.Muhammad:12).

Kedua: Golongan yang menetapkan adanya kampung akherat sebagai negeri balasan dan pahala setelah dunia. Mereka adalah yang menyatakan keimanan kepada para rasul. Golongan ini terbagi menjadi tiga macam;
1.Orang yang zholim terhadap dirinya; mereka adalah yang paling banyak. Mereka terlena dengan manisnya dunia, mengambil bagian dunia dengan banyak dan tidak menjalankan semestinya. Jadilah dunia itu keinginannya yang paling besar, senang dan benci didasari dunia. Mereka selalu berfoya-foya dan memperkaya diri, tidak mengetahui maksud yang hakiki dari kehidupan dunia ini, walaupun mereka ada yang beriman, tapi keimanan mereka hanya bersifat global. Golongan inilah yang disinyalir oleh Alloh dalam firmannya:

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Huud:16).
Imam Qotadah berkata: “Barangsiapa yang menjadikan dunianya sebagai tujuan, keinginan dan niatnya, maka Alloh akan membalas kebaikannya di dunia kemudian habis dan tidaklah dia di akherat memiliki kebaikan yang bisa dibalas. Adapun seorang mukmin, dia akan dibalas dengan kebaikannya di dunia dan diberi pahala di akherat”. (Tafsir Ibnu Katsir 4/311 Tahqiq Sami bin Muhammad as-Salamah).

2.Orang yang pertengahan. Mereka adalah yang mengambil dunia dari sisi yang dibolehkan, bersenang-senang dengan kenikmatan dunia. Mereka tetap mengerjakan yang wajib dengan menunaikan hak-haknya.
Ibnu Hibban mengatakan: “Boleh mengumpulkan harta dalam perkara yang bukan haram, kemudian hendaklah yang mengumpulkan harta menunaikan hak-hak Alloh di dalamnya. Yang wajib bagi orang yang berakal adalah bekerja pada masa mudanya untuk memenuhi kebutuhannya, seperti kebutuhan yang tidak bisa lepas, atau kebutuhan yang bisa menegakkan agamanya. Maka hendaklah perhatiannya terhadap harta dalam perkara yang bisa memperbaiki kehidupan, menjaga diri dan agamanya sebagai persiapan menuju kampung akherat”. (Raudhautul Uqolaa hal.224).
Imam Ibnul Jauzi mengatakan: “Celaan terhadap dunia adalah untuk orang-orang jahil dan orang-orang yang memperbanyak harta dunia. Atau orang yang bermaksiat yang banyak membuat kerusakan. Adapun apabila seseorang memanfatkan harta, kemudian menunaikan zakatnya maka tidak tercela”. (Shoidul Khothir hal.63, Tahqiq: Amir Ali Yasin).

3.Orang yang berlomba dalam kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang memahami maksud yang hakiki dari kehidupan dunia ini. Mereka beramal dengan segala tuntutannya, mereka menyadari bahwa tinggal di dunia ini untuk sebuah ujian yang besar. Diantara mereka ada yang mengambil dunia ini sebatas untuk bisa hidup saja, sebagian yang lain ada yang memperbanyak urusan dunia yang boleh untuk menguatkan diri dan penyemangat dalam beramal. Alloh berfirman;

Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu'min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (QS. Al-Isroo: 19).
Abdan berkata: “Aku menemui Abdullah bin Mubarak dan dia sedang menangis. Aku bertanya: “Ada apa denganmu wahai Abu Abdirrahman? Dia menjawab: “Barang daganganku hilang semua. Aku bertanya kembali: Apakah kamu menangis karena harta? Dia menjawab: “Barang-barang itu adalah sumber penghidupan untuk menegakkan agamaku!”. (Raudhatul Uqolaa hal.225).
Hasan al-Bashri berkata: “Aku mendapati sekelompok kaum yang mereka tidak bergembira ketika mendapat bagian dunia, dan mereka tidak menyesal dengan apa yang luput dari dunia”. (az-Zuhud hal.230, Ahmad Bin Hanbal).

Alangkah bagusnya permisalan yang dibuat oleh Imam al-Ghozali tentang kondisi manusia dalam masalah dunia, beliau mengatakan: “Ketahuilah, permisalan manusia dalam hal kelalaian mereka terhadap dunia seperti sebuah kaum yang mengendarai kapal besar, kemudian mereka berlabuh di sebuah pulau. Nahkoda kapal memerintah mereka agar keluar dan tunaikan hajat seperlunya. Nahkoda ini mengingatkan agar segera kembali bila telah selesai hajatnya, mewanti-wanti agar jangan tertinggal karena kapal akan segera berangkat kembali. Maka berpencarlah mereka di pulau itu untuk menunaikan hajat mereka.
Ada sebagian orang yang segera menunaikan hajatnya kemudian kembali lagi ke kapal. Mereka adalah orang-orang yang mendapati ruangan yang luas, masih kosong, empuk dan sesuai selera yang mereka sukai.
Ada sebagian orang yang sengaja berdiam sejenak di pulau itu, melihat-lihat keindahan tanaman, bunga, pemandangan yang indah, mendengarkan merdunya suara burung dan segala keindahan yang ada di pulau tersebut, akan tetapi mereka teringat dengan pesan sang nahkoda, maka mereka segera kembali ke kapal dan tidak mendapati tempat kecuali ruangan yang sempit dan sesak, akhirnya mereka terpaksa duduk di sana.
Sebagian lain, mereka tergiur dengan keindahan pulau tersebut, terpesona dengan keindahan pohon-pohonnya, bahkan mereka tidak ingin meninggalkan pulau tersebut kecuali mengambil yang mereka senangi. Akhirnya, tatkala kembali ke kapal, mereka tidak mendapati kecuali tempat yang sangat sempit, bertambah sesak dan sempit dengan bunga, pohon dan barang yang mereka bawa dari pulau tersebut. Mereka meyesal dengan mengambil barang tersebut, tidak ada tempat untuk meletakkannya, mereka tidak bisa membuang, akhirnya barang tersebut tetap dipegang dan dipanggul diatas pundaknya selama perjalanan, merasa berat dan menyesal.
Sebagian yang lain malah terlena dengan keindahan dan kesenangan yang mereka dapati di pulau tersebut, hingga mereka sangat jauh masuk ke dalam pulau, akan tetapi jiwa mereka tetap dihantui rasa takut, takut diterkam binatang buas, takut bila tejatuh ke jurang, khawatir dengan duri yang bisa menusuk, tatkala panggilan orang-orang yang ada dikapal terdengar, mereka segera kembali dengan perasaan berat meninggalkan kesenangan yang sedang dinikmati, begitu sampai, ternyata sudah tidak ada tempat lagi di dalam kapal, mereka akhirnya hanya bisa tinggal di tepi lautan hingga mati kehausan.
Sebagian yang lain, sampai tidak mendengar panggilan orang-orang kapal, hingga diantara mereka ada yang dimangsa binatang buas, disengat ular dan binasa hingga mayat-mayat mereka bagaikan bangkai yang busuk.
Adapun yang kembali ke kapal dengan membawa barang, pepohonan dan bunga, tiada lain hanya membuat repot diri mereka sendiri, keberatan dan lelah, hingga pohon dan bunga yang mereka harapkan itu ternyata pudar pesonanya, warnanya hilang, layu dan menebarkan bau busuk, tiada jalan bagi mereka kecuali membuangnya ke laut. Sebelum membuangnya mereka pilih yang bagus dan baik untuk dimakan. Belum sampai ke negeri yang mereka tuju melainkan sudah terlihat penyakit dan pengaruh jelek akibat yang mereka makan. Tatkala sampai mereka akhirnya menderita sakit.
Adapun yang segera kembali ke kapal hanya saja mereka agak telat, mereka merasa sempit selama perjalanan, tatkala sampai negerinya mereka merasa lapang dan senang.
Dan orang-orang yang segera kembali ke kapal dan mendapati tempat yang enak, mereka senang selama perjalanan dan sampai ke negeri dengan selamat tanpa ada rasa lelah dan sakit apapun.
Itulah permisalan manusia di dunia dalam meraih bagian mereka. Permisalan dalam kelalaian mereka untuk mengingat tempat kembali dan asalnya. Sungguh sangat jelek orang yang mengaku berakal dan punya pandangan tertipu dengan indahnya bunga dan pohon, itulah permisalan emas dan perak, keindahan dunia, sesuatu yang tidak dibawa ketika mati, bahkan hal itu malah menjadi petaka baginya, dia akan sibuk dan takut bila kehilangan darinya, inilah gambaran keadaan seluruh manusia, kecuali orang yang dijaga dan dirahmati Alloh. (Ihya Ulumuddin 3/2031-2032).

Mengambil Bagian Di Dunia
Alloh menjadikan dunia sebagai negeri untuk beramal dan menjalankan segala perintahNya, sebagaimana Alloh juga menjadikan akherat sebagai negeri balasan dan tempat yang abadi. Hal itu mengharuskan bagi setiap insan untuk mengambil bagian dunianya, karena sulit bagi seorang muslim untuk berbekal menuju kampung akherat kecuali dia juga harus memenuhi kebutuhannya yang asasi, sebagai penyemangat dan penopang dalam menjalankan ketaatan. Alloh berfirman:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (QS.al-Qoshos: 77).
Sebagian salaf mengatakan: “Engkau butuh terhadap dunia, akan tetapi mengambil bagianmu untuk akherat adalah lebih dibutuhkan. Apabila engkau mengawali bagianmu untuk akherat, maka akan berjalan pula bagianmu dari dunia dan akan tersusun dengan susunan yang bagus”. (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam al-Zuhd hal.228).
Alloh juga berfirman;

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Robbmulah hendaknya kamu berharap. (QS.Alam Nasyroh: 7-8).
Sebagian ahli tafsir mengatakan: “Yaitu apabila engkau telah selesai dari urusan duniamu, maka bersungguh-sungguhlah untuk beribadah kepada Robbmu”.
Firman Alloh diatas bukan berarti anjuran untuk cinta terhadap dunia, akan tetapi anjuran untuk mengambil bekal dan bagian di dunia.
Sufyan ats-Tsauri mengatakan: “Apabila di rumahmu sudah ada gandum, maka beribadahlah. Jika tidak ada, maka carilah. Wahai anak Adam, gerakkan tanganmu, maka hal itu akan menjadi sebab datangnya rizki”.
Sebagian ahli hikmah mengatakan: “Bukan termasuk cinta dunia apabila mencari rizki untuk menjaga kehormatan, dan bukan termasuk semangat terhadap dunia apabila mencari sesuatu yang dapat menopang kebutuhan pokok bagi badan”. (Adab ad-Dunya wad Dien hal.212-213, al-Mawardi, Tahqiq: Yasin Muhammad Sawwas).
Bukanlah mencari bekal di dunia hanya terbatas untuk akherat tanpa mencari penghidupan, bahkan mencari penghasilan hidup adalah sarana menuju akherat dan penopangnya. Dunia adalah tempat bercocok tanam untuk menuai di akherat, sebagai jembatan menuju kampung abadi. (Ihya Ulumuddin hal.2/939).

Potret Kehidupan Rasulullah
1.Umar Bin Khottob berkata: “Aku menemui Rasulullah dan beliau sedang berbaring di atas tikar yang bertenun, tidak ada kasur di atas badannya, tikar tersebut meninggalkan bekas pada tubuhnya. Beliau bersandar dengan bantal. Aku melihat sisi rumah Rasulullah dan aku tidak menjumpai sesuatu apapun yang menakjubkan kecuali ada tiga buah kulit hewan yang belum selesai disamak. Aku berkata: Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Alloh agar memberi keluasan kepada ummatmu, sesungguhnya Faris dan Ruum telah diberi keluasan dalam masalah dunia padahal mereka tidak beribadah kepada Alloh!. Rasulullah sambil bersandar berkata: “Apakah engkau ragu wahai Ibnul Khotthob? Mereka adalah sekelompok kaum yang kebaikan mereka telah disegerakan di dunia ini”. (HR.Bukhari: 2336, Muslim: 1479).
2.Aisyah berkata: “Sesungguhnya kami melihat hilal pergantian bulan dalam kurun waktu dua bulan, dan selama itu tidak ada api yang menyala di rumah Rasulullah (Tidak ada sesuatu yang dimasak), yang ada hanya air dan korma. Hanya saja kadang-kadang ada tetangga anshor yang memberikan susu, beliau minum dan memberi minum kepada kami”. (HR.Bukhari: 2428, Muslim: 2972).
3.Anas bin Malik berkata; “Rasulullah belum pernah makan roti yang lembut dan daging yang dipanggang hingga beliau meninggal”. (HR.Bukhari: 5070).

Yang Tersisa Dari Dunia
Dari Muawiyyah bahwasanya Rasulullah bersabda;
إِنَّ مَا بَقِيَ مِنَ الدُّنْيَا بَلاَءٌ وَفِتْنَةٌ
Sesungguhnya yang tersisa dari dunia ini adalah cobaan dan fitnah. (HR.Ahmad 4/94, Syaikh al-Albani berkata dalam as-Shohihah (no.1734): “Sanad hadits ini shohih menurutku”.).
Dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah bersabda;
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ ، يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ
Akan menyertai mayyit tiga perkara; dua perkara akan kembali pulang dan hanya satu yang akan bersamanya. Keluarga, harta dan amalannya akan menyertai. Namun keluarga dan hartanya akan kembali, dan yang tersisa bersamanya hanyalah amalannya. (HR.Bukhari: 6414, Muslim: 2960).
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan: “Sesungguhnya kehidupan yang tentram dan diridhoi adalah kehidupan akherat. Adapun dunia, bagaimanapun enak dan lezatnya pasti akan musnah. Apabila di dunia tidak diiringi dengan amalan soleh maka itu sebuah kerugian”. (Syarah Riyadhus Sholihin 3/364). Allohu A’lam.
http://syahrulfatwa.blogspot.com/

Comments

Popular posts from this blog