Poligami Penyebab Perceraian?

 
Poligami menyebabkan angka perceraian meningkat. Inilah salah satu ungkapan yang sering kita dengar di masyarakat, dan kebanyakan yang mendengung-dengungkan “slogan” ini adalah orang-orang yang menentang poligami. Lalu apakah perkataan ini benar? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami hakikat poligami, hukum dan manfaatnya serta penyebab percerian.

Hakikat Poligami

1. Poligami telah dilakukan oleh orang-orang jahiliyah, namun di masa itu poligami masih mengandung manfaat dan mudharat. Kala itu seseorang bisa menikah dengan berapa saja wanita yang dia inginkan, dikarenakan banyaknya jumlah wanita dan sedikitnya jumlah laki-laki. Penyebab jumlah mereka (laki-laki) berkurang adalah karena peperangan yang terjadi di kala itu. Mereka melakukan poligami untuk memperbanyak keturunan dan untuk maslahat-maslahat yang lain. Dan poligami ini terus berlangsung hingga datang Islam, sampai-sampai ada sebagian orang yang masuk Islam, sementara ia masih memiliki 10 istri.
Akan tetapi, di samping manfaat-manfaat poligami yang banyak ini, poligami yang dilakukan dengan tatacara masyarakat jahiliyah mengandung banyak kezhaliman, yang menyebabkan terampasnya kehormatan wanita, dan tidak terpenuhinya kebanyakan hak-hak mereka. Dan juga menyebabkan wanita tidak bernilai di dalam pergaulan mereka. Oleh karena itu Allah mensyariatkan kepada kita poligami dengan kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang bisa mendatangkan maslahat, dan menyelisihi poligami masyarakat jahiliyah dalam kezhalimannya dan kemudharatannya terhadap kaum wanita.
2. Pintu poligami tidaklah dibuka untuk seseorang hingga ia berhak melakukannya, sebagaimana monogami hendaknya tidak dilakukan oleh seseorang kecuali setelah ia mampu untuk memberi nafkah dan yang lainnya. Demikian juga menikah dengan perempuan yang kedua dan seterusnya, hendaknya dilakukan setelah benar-benar yakin bahwasanya ia akan mampu menunaikan hak-hak pernikahan poligami ini.
3. Kemudian sesungguhnya Allah tidak mewajibkan poligami, dan juga tidak mengharuskan wanita untuk dipoligami meskipun ia tidak rela. Akan tetapi Allah menjadikannya kembali kepada pilihan wanita, jika ia ridha menikah dengan laki-laki yang sudah beristri, maka silahkan ia menerima, dan jika tidak, ia pun boleh menolak pernikahan ini.
Hukum asal poligami

Poligami dari sisi dasar hukum disyariatkan, ia disyariatkan oleh Allah dalam kitab-Nya melalui lisan nabi-Nya. Poligami adalah mubah/boleh secara mutlak, tanpa melihat pada permasalahan apakah hukum asalnya seseorang itu harus poligami atau monogami?!! Kedua pendapat dalam masalah ini sepakat bahwa poligami adalah boleh bagi laki-laki, dan tidak tercela bagi seorang laki-laki menikahi lebih dari satu wanita.

Dalil-dalil pembolehannya,
Firman Allah, artinya, “…maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat....”(QS. an-Nisa’: 3)

Dan firman-Nya, artinya, “…dan (diharamkan bagimu) menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau....” (QS. an-Nisa’: 23)

Sisi pengambilan hukumnya adalah dengan menggunakan logika terbalik, maksudnya jika kita tidak boleh menggabungkan (menghimpunkan) dua orang perempuan bersaudara menjadi istri-istri kita, berarti kita boleh menggabungkan selain mereka.

Syarat-syarat Poligami

Dan perlu diketahui bahwa poligami memiliki beberapa syarat:
1. Adil, berdasarkan firman Allah, artinya, “….Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, ...” (QS. an-Nisa’: 3)

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa adil adalah syarat dibolehkannya poligami. Jika seorang suami khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya jika melakukan poligami, ketika itu poligami tidak diperbolehkan baginya. Dan yang dimaksud dengan adil yang dituntut dari seorang yang akan melakukan poligami adalah adil dalam memberikan nafkah, pakaian, pembagian bermalam dan lain-lain yang termasuk perkara-perkara material yang mampu dilakukan oleh manusia.
Adapun adil dalam hal cinta, maka seseorang tidak dibebani dengannya, dan tidak dituntut untuk merealisasikannya, karena ia tidak akan mampu melakukannya. Dan ini adalah makna firman Allah, artinya, “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, …” (QS. an-Nisa’: 129)

2. Mampu memberikan nafkah kepada para istrinya, dalil dari syarat ini adalah firman Allah, artinya, “Dan hendaklah orang-orang yang tidak mampu menikah menjaga kesucian (diri)-nya, sampai Allah memampukan mereka dengan kurnia-Nya…” (QS. an-Nur: 33)

Allah dalam ayat yang mulia ini memerintahkan seseorang yang sudah mampu untuk nikah (jima’) namun belum mendapatkan kesempatan melakukannya dikarenakan halangan apapun, agar menjaga diri (kesuciannya), dan di antara halangan seseorang untuk menikah adalah tidak memiliki biaya-biaya untuk menikah, seperti mahar dan kemampuan menafkahi istrinya.(al-Mufashshal fi Ahkamil Mar’ah, 6/286)

Hikmah disyari’atkannya Poligami

1. Poligami adalah salah satu sebab untuk memperbanyak jumlah umat ini, dan sudah diketahui bersama bahwa banyaknya jumlah umat tidak mungkin tercapai kecuali dengan nikah, dan jumlah keturunan yang dihasilkan dengan jalan poligami tentu lebih besar dibandingkan dengan jalan monogami.

Dan sudah diketahui oleh orang-orang yang berakal bahwa banyaknya jumlah penduduk adalah sebab kuatnya suatu bangsa/negara, dan banyaknya sumber daya manusia di negara adalah salah satu sebab naiknya tingkat perekonomian –jika para pemimpinnya mampu mengatur urusan-urusan negara dan memanfaatkan sumber daya alam sebagaimana mestinya-. Dan tinggalkanlah ocehan-ocehan orang yang mengira bahwa pertumbuhan jumlah penduduk mendatangkan kekhawatiran (bahaya) pada sumber daya alam, dan bahwasanya ia tidak cukup bagi manusia. Karena sesungguhnya Allah Yang Mahabijaksana yang telah mensyari’atkan poligami, telah menanggung rizki hamba-hamba-Nya, dan telah menjadikan di bumi segala sesuatu yang mencukupi mereka dan bahkan lebih. Dan jika terjadi kekurangan, maka itu disebabkan karena kezhaliman pribadi, birokrasi maupun pemerintah dan buruknya pengaturan.

2. Terbukti dari sensus yang ada bahwa jumlah wanita lebih banyak dibandingkan jumlah laki-laki, jika setiap satu orang laki-laki menikahi satu orang wanita saja, maka itu berarti ada banyak wanita yang akan tetap dalam keadaan tanpa suami. Dan ini membawa dampak buruk bagi dirinya dan masyarakatnya.

Adapun dampak buruk yang akan menimpanya adalah ia tidak akan mendapatkan suami yang memenuhi kebutuhannya, membentenginya dari syahwat yang haram dan yang dengan sebabnya ia bisa dikaruniai anak-anak.

Sedangkan dampak buruk yang akan menimpa masyarakatnya adalah, bahwa perempuan yang hidup tanpa suami ini, terkadang ia akan menyimpang dari jalan yang lurus dan menempuh jalan yang menyimpang dan penuh kehinaan, sehingga ia jatuh ke lembah perzinaan dan pelacuran. Hal ini menyebabkan tersebarnya zina, penyakit-penyakit seks menular yang mematikan, seperti AIDS dan yang lainnya yang hingga sekarang belum ada obatnya, tercerai berainya keluarga, terlahirnya anak-anak yang tidak jelas statusnya, tidak diketahui siapa bapaknya.

3. Kaum lelaki lebih “berpeluang” mendapatkan kecelakaan yang terkadang menyebabkan kematian, karena mereka bekerja di medan-medan yang berat dan penuh resiko. Oleh karena itu, kemungkinan kematian mereka lebih besar dibandingkan kaum wanita. Dan inilah penyebab tingginya prosentase jumlah kaum wanita dibandingkan laki-laki. Jalan keluar dari permasalahan ini adalah poligami.

4. Sebagian lelaki ada yang memiliki syahwat yang kuat, dan tidak cukup baginya satu orang istri. Seandainya pintu poligami ditutup, dan dikatakan kepada orang tersebut, “Tidak boleh bagimu kecuali satu orang istri.” Niscaya akan terjadi kesulitan, dan mungkin saja ia akan menyalurkan syahwatnya dengan jalan yang haram.

5. Poligami bukan hanya ada dalam agama Islam, namun ia telah ada di umat-umat terdahulu. Seperti Nabi Sulaiman memiliki 99 istri, dan ada seseorang yang masuk Islam di zaman Nabi sementara ia memiliki 10 istri, lalu Nabi memerintahkannya untuk menahan 4 istrinya dan menceraikan sisanya.

6. Terkadang seorang istri mandul, atau tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis suami karena sakit dan yang lainnya. Maka hal ini tidak bisa diberikan jalan keluarnya, kecuali dengan memberikan kesempatan kepada suami untuk berpoligami.

Dan masih banyak lagi hikmah dan manfaat poligami yang tidak mungkin disebutkan dalam kesempatan ini, karena terbatasnya tempat.

Poligami Penyebab Perceraian

Adapun penyebab perceraian, maka sangat banyak mulai dari selingkuh, ketidakharmonisan, KDRT sampai karena persoalan ekonomi. Dan yang unik adalah 70% yang mengajukan perceraian adalah istri, dengan alasan suami tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Dan bagi orang-orang yang mengatakan bahwa poligami menyebabkan banyak perceraian, maka mana data yang menunjukkan hal tersebut! Dan lebih banyak mana perceraian terjadi, pada orang yang poligami atau yang monogami?

Dari keterangan di atas bisa kita simpulkan bahwasanya poligami bukanlah penyebab perceraian. Jika terjadi perceraian yang dilakukan oleh orang-orang yang berpoligami, maka sebabnya tidak lepas dari beberapa hal di antaranya adalah tidak pahamnya mereka terhadap hakikat poligami yang sebenarnya, atau tidak terpenuhinya syarat-syarat poligami pada mereka, seperti ketidakmampuan menafkahi istri-istri mereka atau ketidakadilannya terhadap istri-istri mereka, sehingga terjadi konflik di antara mereka. Jadi terjadinya praktik-praktik yang salah dari sebagian orang yang melakukan poligami tidak berarti poligami itu salah, sebagaimana terjadinya beberapa kejahatan yang dilakukan oleh sebagian orang Islam bukan berarti Islam mengajarkan kejahatan. Jadi kesimpulannya perkataan di atas tidaklah benar. Wallahu A’lam (Ustadz Sujono)

[Sumber:
Dinukil dan diterjemahkan dari artikel yang berjudul Ta’adud as-Zaujat dari http://www.mktaba.org/vb/showthread.php?t=13491 dan http://aljame3.net/ib/index.php?showtopic=10874]

http://www.alsofwah.or.id

Comments

Popular posts from this blog