SEORANG MUKMIN ADALAH CERMIN BAGI MUKMIN LAINNYA. KETIKA IA MELIHAT AIB ORANG LAIN, MAKA IA AKAN MELIHAT AIB-AIBNYA SENDIRI

 

 

"Mata keridhaan buta terhadap setiap aib. Tetapi mata kebencian menampakkan segala keburukan."

Sesungguhnya orang yang jahat tidak berprasangka kecuali dengan prasangka buruk. Apabila engkau melihat seseorang berprasangka buruk kepada orang lain dan mencari-cari kekurangan maka ketahuilah sesungguhnya dia adalah orang yang buruk batinnya. Prasangka buruk itu adalah cermin dirinya, sehingga ia melihat orang lain dengan gambaran dirinya.

Ketahuilah bahwa apabila Allah SWT menghendaki kebaikan bagi seseorang hamba maka Dia memperlihatkan kepadanya berbagai aib dirinya. Barangsiapa yang penglihatannya sangat tajam maka ia akan mengetahui berbagai aibnya dan apabila telah mengetahui berbagai aib maka ia akan dapat melakukan terapinya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui aib diri sendiri. Sehingga semakin cerdas dan tinggi kedudukan seorang hamba di hadapan Allah SWT, maka akan semakin sedikit rasa ujubnya dan semakin besar tuduhannya terhadap diri sendiri.

Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam bukunya Al Da’wah Al Tammah, mengutip ucapan Sayyidina Al Hasan Al Bashri, terkait meneliti aib diri sendiri. Imam Hasan Al-Bashri berkata, “Engkau tidak akan memperoleh hakikat iman selama engkau mencela seseorang dengan sebuah aib yang (sesungguhnya juga) ada pada dirimu sendiri. Perbaikilah aibmu, baru kemudian engkau memperbaiki aib orang lain. Setiap engkau memperbaiki satu aibmu, maka akan tampak aib lain yang harus kau perbaiki. Akhirnya kau sibuk memperbaiki dirimu sendiri. Dan sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah adalah dia yang sibuk memperbaiki diri sendiri.”

Seorang ulama pernah berkata: “Aku tidak menemukan sesuatu yang paling ampuh untuk merontokkan amal, merusak hati, menyeret kepada kebinasaan seorang hamba dan mendekatkan kepada kebencian serta memudahkan masuknya rasa suka kepada sifat pamer (riya’), ujub dan kedudukan selain terwujud pada lemahnya pengetahuan seorang hamba akan aib-aib dirinya sendiri sembari melihat keburukan yang ada pada diri orang lain.”

Imam Al Ghazali dalam kitabnya yang terkenal, Ihya Ulumuddin, mengenai cara menyingkap kekurangan yang melekat pada diri kita. Beliau menyarankan untuk menempuh empat cara:

Pertama, duduk di hadapan seorang guru yang mampu mengetahui keburukan hati dan berbagai masalah yang tersembunyi di dalamnya. Kemudian ia memasrahkan dirinya kepada sang guru dan mengikuti petunjuknya dalam ber-mujahadah membersihkan aib itu. Ini adalah keadaan seorang murid dengan Syaikhnya dan seorang pelajar dengan gurunya. Sang guru akan menunjukkan aib-aibnya serta cara pengobatannya. Namun, di zaman sekarang guru semacam ini langka.

Kedua, mencari seorang teman yang jujur, memiliki bashiroh (mata hati yang tajam) dan berpegang pada agama. Ia kemudian menjadikan temannya itu sebagai pengawas yang mengamati keadaan, perbuatan, serta semua aib batin dan lahirnya, sehingga ia dapat memberi peringatan kepadanya. Demikianlah yang dilakukan oleh orang-orang cerdik, orang-orang terkemuka, dan para pemimpin agama.

Ketiga, berusaha mengetahui aib dari ucapan musuh-musuhnya sebab pandangan yang penuh kebencian akan menyingkapkan keburukan seseorang. Bisa jadi manfaat yang diperoleh seseorang dari musuh yang sangat membencinya dan suka mencari kesalahannya lebih banyak dari teman yang suka bermanis muka, memuji dan menyembunyikan aib-aibnya. Akan tetapi, sudah menjadi watak manusia untuk mendustakan ucapan musuh-musuhnya dan menganggapnya sebagai ungkapan kedengkian.

Hanya orang yang memiliki mata hati jernih yang mampu memetik pelajaran dari keburukan dirinya yang disebutkan oleh musuhnya.

Keempat, bergaul dengan masyarakat. Setiap kali melihat perilaku tercela seseorang, maka ia segera menuduh dirinya sendiri juga memilki sifat tercela itu. Kemudian ia menuntut dirinya untuk segera meninggalkannya. Sebab, seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Ketika melihat aib orang lain ia akan melihat aib-aibnya sendiri

Maka, segala puji bagi Allah, Rabb yang telah menunjuki jalan pada bersihnya hati. Sungguh beruntung orang yang mau mensucikan hatinya. Sungguh merugi orang yang mengotori hatinya. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Aibmu Sendiri yang Lebih Seharusnya Engkau Perhatikan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
يبصر أحدكم القذاة في أعين أخيه، وينسى الجذل- أو الجذع - في عين نفسه
"Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya." [Semut di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak]

Anggap Diri Kita Lebih Rendah Dari Orang Lain
‘Abdullah Al Muzani mengatakan,
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك.
“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah. Jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal sholih dariku, maka ia lebih baik dariku.” Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku.” Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.”
Wallahua'lam.


Comments

Popular posts from this blog